Seorang
sahabat mengeluh tentang perkembangan kegiatan tulis-menulisnya. “Saya
sudah berkali-kali mencoba menulis, tetap saja hasilnya tidak memuaskan.
Menuangkan pikiran ke dalam bentuk tertulis kok begitu sulit sih?” ujar
teman tadi.
Hal ini lazim dialami oleh siapa pun yang baru mulai belajar menulis. Hingga saat ini, belum pernah ada orang yang terlahir sebagai penulis. Maka, dia perlu menjalani prosesnya dengan kesediaan belajar dan mengalami banyak kesulitan pada awalnya.
Sampai
di sini, saya teringat dulu pada saat mulai belajar mengemudi.
Kekhawatiran, kesulitan, dan keraguan bercampur-aduk menjadi satu.
Ketika berada di belakang setir, walau didampingi seorang teman yang
bertindak sebagai pelatih, kekhawatiran itu tetap ada. Kalau jalan di
depan hampir tanpa hambatan sih tidak masalah. Tetapi, begitu ada
beberapa kendaraan di depan ditambah lagi jalan tanjakan,
maka keringat dingin pun mengucur. Memadukan tangan yang memegang stir
dan memindahkan persneling, mengkombinasikan kekompakan kaki kiri dan
kanan saat ngegas atau ngerim, sungguh tidak mudah.
Tetapi,
bersamaan dengan berjalannya waktu, dengan latihan yang tekun dan
terus-menerus, akhirnya berhasil: saya bisa menyetir dengan tenang dan leluasa.
Kendati pun tidak pintar, menyetir mobil menjadi aktivitas yang
menyenangkan, pergerakan tangan dan kaki seakan-akan tanpa terpikir
lagi, otomatis.
Seperti
kesulitan yang terjadi pada saat awal belajar mengemudi, begitu pula
dengan kesukaran yang dialami saat belajar menulis. Acapkali kita
menjadi frustrasi karena sudah berkali-kali mencoba menuangkan ide,
tetapi tak kunjung berhasil. Kita jadi mempertanyakan diri: Apakah
memang latihan menulis ini perlu diteruskan atau dihentikan saja!?
Apakah kesulitan ini terjadi karena saya tidak berbakat? Apakah
kesulitan ini hanya saya yang mengalami? Mengapa mereka sepertinya
dengan mudah menuliskan ide-idenya ke atas kertas atau komputer
sedangkan saya tidak? Ada apa dengan saya? Inilah gerutuan yang
acapkali muncul dalam pikiran yang menandakan rasa penasaran, bahkan
bisa membatalkan niat menjadi penulis.
Percayalah,
setiap calon penulis mengalami hal ini. Tak aneh sama sekali, dan ini
sangat wajar. Hanya saja, kita mesti pantang menyerah dengan tantangan
dan kesulitan yang ada. Yakinlah bahwa dengan usaha yang keras dan tekun
dalam menjalani prosesnya, pada suatu hari nanti kita akan berhasil
mewujudkan cita-cita. Para penulis sukses pun pada awalnya mengalami hal
ini. Tapi, mereka memahami benar bahwa tak ada keberhasilan tanpa pengorbanan. No pain no gain.
( I Ketut Suweca , 8 Desember 2011).
0 Komentar:
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)