Delapan Puisi Ekohm Abiyasa di Radar Surabaya (Minggu, 27/07/2014)

Sunday 27 July 2014

Laela

kau tahu, La
manakala air mengalir dari dadamu
yang jatuh pecah
di situ aku menyumpatnya dengan puisi

kau tahu, La
manakala hujan jatuh tak kendali
di situlah aku mengubur kenangan muram
mengalirkannya bersama anak puisi
dari air matamu

Surakarta, April 2014


Jam

malam pecah
pada sebuah kelahiran waktu
sudah menjadi ritus

kepala berputar detak
nyanyi orkestra sepi
dalam pigura pertempuran

jam menanam kosong di bahuku
mata merebus mimpi berkali-kali
tubuh membentur sepi
amboi..

Surakarta, April 2014


Ekor Cicak

angin berdesir mempermainkan daun-daun
jatuh kemalangan
detak jam malam-malam

lelaki berkawan sunyi
begini jadi

cicak mangsa kucing
nyanyi tinggal ekor dicengkeram
begini jadi lelaki sunyi
menggelepar temaram

Surakarta, April 2014



Kunang-kunang Ibu

do'a-do'a kususun
tetes-tetes air mata ibu
mengamini langkah waktu

tamparan
dari serapah-serapah
yang terlontarkan

kemurahan Tuhan
menyalakan kunang-kunang ibu
ke dalam dada

pesan-pesan berbalas
kemuraman jalan petang
atau keberkahan Tuhan
menyalakan lampu-lampu kecil
dalam lelap
; mata-mata

Suarakarta, November 2013


Rindu Ini

segala kenangan
datang bertandang
di hati yang rumpang
bersama derai hujan

semakin lekat
gurauan-gurauan ini
bisikan-bisikan hangat
di telinga
nama-nama musim
terlewati

rindumu,
ya rindumu

sementara hujan
membikin gigil menjadi-jadi
ketakutan di luar perkiraan
rindu yang tersesat itu
terdampar

rindu ini
seperti geladak
menyalakkan hujan

Surakarta, November 2013


Nona Sunyi

Tuan Sajak mengajariku cara bercocok tanam
pada ladangmu yang berhimpun dingin bermalam-malam
pada ruang hatimu, Nona Sunyi

Tuan Sajak memberiku benih-benih huruf
ditaburnya pada rahim-rahim purbamu, Nona Sunyi
kuat dan tangguh-tangguhlah

Kini engkau berpaling kemana, Nona Sunyi
tiada kau gemburkan tunas-tunas rindu yang kutanam
sementara musim-musim berlayapan; berpayar-payar
meninggalkan penantian
meranggaskan rindu-rindu belia

Surakarta, November 2013


Sepanjang Rel Kereta

cinta bersembunyi dari pemburu
pada setiap stasiun
peron-peron menampung hujan

mereka sekedar menumpang
menitipkan bahu dan asap
yang berakar ingatan

perjalanan panjang
menyalin gerimis
; air mata yang manis

Surakarta, Oktober 2013


Prameks Yogya-Solo

1)
alismu seperti hujan hari kamis
rindu-rindu basah
tunas mulutmu yang klimis
senyuman manis

2)
sawah-sawah mengalah
pada parau kemarau
cumbu-cumbu hujan
sore ini tiada

hanya rerintik
menggugurkan daun-daun rindu
sungguh romantik

3)
roda-roda besi
berputar-putar
menyayat puisi-puisi
rindu yang melingkar

4)
dua perempuan itu
mengumbar percakapan
tentang cinta dan tawa
telingaku memuntahkannya

dua perempuan itu
anggun dan cekatan
merangkai cerita
sementara gerimis di luar jendela berhamburan
dan kereta pergi-datang; berlawanan

Yogya-Solo, Oktober 2013

Link http://www.radarsby.com/radarsurabaya%20pdf/6.pdf
Selengkapnya: Delapan Puisi Ekohm Abiyasa di Radar Surabaya (Minggu, 27/07/2014)

Susastra untuk Keluarga

Oleh : Mathori A Elwa. Penyair. Editor Senior Nuansa Cendekia,  Tinggal di Jogjakarta.

Mereka, para sastrawan, penulis, jurnalis, dan kaum cerdik-cendekia– tentu saja yang telah memiliki level kesadaran intelektual tinggi– menyadari pentingnya kesusastraan sebagai nafas hidup mereka. Sebagian karena alasan praktis, sebagian karena alasan yang abstrak.

Alasan praktis biasanya merujuk pada pentingnya merawat dan mengembangkan imajinasi dalam diri manusia. Imajinasi dalam pengertian ini adalah sebuah basis kreatif alam-pikir individu yang harus dirawat dan dikembangkan, karena dengan itulah kreativitas itulah hidup akan senantiasa berkembang.

Imajinasi juga dianggap penting mengingat manusia hidup tidak cukup hanya menggunakan rasio murni, atau menurut Imanuel Kant, tak cukup dengan mengandalkan “nalar instrumental”. Dengan sastra (dalam hal ini fiksi), diharapkan pula dari sini muncul kecerdasan yang harmonis antara otak kanan dan otak kiri.

Lain daripada itu, fiksi,–terutama karya-karya bermutu–, tidak mengajak manusia terjebak pada tahayul. Dengan itulah mengapa sastra diperlukan manusia modern, karena ia tetap memenuhi syarat untuk hidup dalam ruang rasionalitas modern, tetapi menjebak pola-pikit ke dalam “rasio-instrumental”, yang kaku, melainkan mengembangkan nalar secara kreatif, dinamis dan bahkan mengajak kita hidup lebih humanis.

Argumen mendasar di atas itu kemudian menyadarkan kaum cerdik cendekia senantiasa menggemari susastra dari beragam jenis. Tak jarang, kegemaran mereka membaca susastra sangat gila. Kecanduannya dari remaja hingga menjelang masuk liang kubur meliputi bacaan jenis puisi, novel, hingga studi susastra ilmiah.

Namun, harus pula diakui bahwa dari penggila susastra itu hanya menyadari/merasakan manfaatnya, tetapi  sering tidak mampu menjelaskan alasan mengapa ia gemar gila susastra. Rata-rata mereka hanya mampu menjawab sebagai hobi. Tetapi alasan sebagai sekadar hobi sekalipun, tetaplah baik. Sebab rata-rata penghobi susastra kebanyakan adalah golongan orang-orang yang memiliki jiwa intelektualitas tinggi.

Keluarga bermutu peduli susastra
Sedikit alasan di atas, paling tidak akan membuka kesadaran kita mengapa susastra tetap hidup di masyarakat modern, bahkan semakin maju kebudayaan masyarakat, semakin banyak pecinta susastranya. Negara Inggris, Jepang, Korea Selatan, Belanda, Amerika Serikat, Perancis, Italia, dan beberapa negara maju lainnya telah membuktikan sebagai bangsa dengan masyarakat penggila sastra yang luar biasa.

Dengan kata lain, saya ingin memastikan bahwa susastra memang menempati golongan masyarakat “elit”, dalam artian elit secara intelektual, atau elit secara adab, dan bukan semata elit secara ekonomi. Sebab, harus diakui, tidak setiap orang kaya, bahkan mereka yang elit dari sisi sosial seperti ningrat atau menak, menggilai susastra.

Orangtua perlu sastra agar pikiran memiliki ruh, dan yang lebih penting lagi adalah mampu menyelami dunia batin imajinasi. Ini sangat penting karena kebanyakan anak-anak kita sangat lekat hidup dengan dunia imajinasi yang penuh kreativitas.

Dengan menetapkan sastra sebagai bagian dari keluarga, kelak anak-anak kita ketika dewasa akan hidup dengan jiwa dan karakter yang lebih baik. Orangtua,–yang sekalipun selama masa mudanya, bahkan sampai tua kurang menyukai dunia susastra,– tentu perlu mengubah pandangannya tentang susastra yang tidak penting menjadi susastra itu maha penting. Seandainya, tetap merasa tidak suka membaca, paling tidak harus memiliki kepedulian untuk menanamkan pentingnya susastra bagi anak-anaknya. Tentu bukan sekadar anjuran, melainkan mengajak anak-anak membaca, dan orantua bijak selalu membelanjakan buku-buku susastra kepada anak-anaknya.

Tema-tema susastra tidak terlalu sulit dipetakan. Ada fiksi seperti novel dan cerpen, termasuk komik, ada pula karya puisi atau bentuk cerita lainnya. Cerita-cerita rakyat, legenda, kisah hikmah, atau roman sebanyak mungkin diberikan kepada anak-anak remaja. Perpustakaan sekolah sejauh ini kurang memenuhi kebutuhan bacaan tersebut, karena itulah orangtua harus mengalokasikan belanja buku-buku penting tersebut sebagai bacaan remaja.

Pada level dewasa, selevel usia SMA dan mahasiswa, novel-novel karya penulis-penulis besar dunia harus mulai dibaca. Bacaan sastra bermutu karya Leo Tolstoy, H.G. Well, Najib Mahfudz, Rudyat Kipling, William Shakespeare, Rabindranat Tagore, Dostoevky, John Galwrthy, Edgar Allan Poe, Jalaluddin Rumi, Muhammad Iqbal, Kahlil Gibran, Najib Kaelani, Marx Twain, Albert Camus, setidaknya disediakan di perpustakaan keluarga.

Begitu juga karya terbaik sastrawan Indonesia seperti Idrus, Muchtar Lubis, Aoh K Hadimadja, Pramudya Ananta Toer, Remy Sylado, Ali Audah, Ramadhan KH, Iwan Simatupang, Putu Wijaya, Kuntowijoyo, Titis Basino, Gerson Poyk, YB Mangunwijaya, Ajip Rosidi, Umar Kayam, Budhi Dharma, NH Dini, Seno Gumira Adjidarma, AS Laksana,  Hamzah Fansuri, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, Goenawan Muhamad, WS Rendra, A Mustofa Bisri, D. Zawawi Imron, Acep Zamzam Noor, Joko Pinurbo, Dorothe Rosa Herliany, Widji Thukul, Linda Christanty, sebaiknya sudah menjadi koleksi para remaja kita. Karya-karya penulis Indonesia yang saya sebut itu mungkin bukunya tidak best-seller seperti Laskar Pelanginya Andreas Hirata atau Supernova-nya Dewi Lestari, tetapi kedudukan nilainya tentu lebih tinggi di banding susastra popular.

Melawan televisi
Jika hobi mengoleksi karya susastra sudah menjadi kebiasaan, waktu “luang” anak-anak remaja dalam lingkungan keluarga secara otomatis akan lebih penting digunakan untuk membaca, bukan menonton televisi. Keluarga yang tidak memiliki koleksi bacaan yang bagus, waktunya dihabiskan untuk menonton televisi atau cilakanya sekarang banyak membaca berita online yang buruk mutunya.

Penelitian menunjukkan bahwa tontonan televisi yang digemari mayoritas keluarga kita pasti tidak mendidik. Bahkan kini mulai tumbuh kesadaran di kalangan keluarga terdidik, di rumah mereka tidak lagi menyediakan televisi, melainkan VCD, agar selera anak-anak mereka dapat diarahkan secara positif.  Terbukti, bahwa keluarga demikian pasti menggemari tontonan dan bacaan bermutu, bukan tontonan dekaden dan membodohkan.

Waktu remaja, Rabindranat Tagore biasa mendengarkan dengan khusuk ayahnya mendendangkan syair-syair Jalaluddin Rumi di samping Bagawatgita. Tak heran jika Tagore tumbuh sebagai seorang yang berpandangan luas dan imajinasinya tumbuh amat subur. Kita mengenalnya sebagai pujangga besar India. Tradisi membaca karya sastra dan kitab suci secara bersamaan sebenarnya berlaku di dunia Timur, terutama di kalangan keluarga kelas menengah.  Pendiri Tempo Group, Goenawan Mohammad sejak remaja banyak dipasok pengetahuan oleh ayahnya dengan bacaan-bacaan berjimbun dan diarahkan untuk memahami susastra. Ada pula tokoh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Nurcholis Madjid yang terbukti menjadi manusia berkualitas kelas internasional karena tradisi keluarganya sangat kuat dengan literatur susastra.

Di Indonesia, terutama pada keluarga kaum santri sebenarnya sudah punya potensi dengan dekatnya mereka dengan susastra Arab.  Selain membaca Kitab suci Al-Quran, keluarga santri juga menyertakan bacaan susastra bermutu seperti susastra klasikAl-Barjanji, Maulid Diba’, Simdud Durar dll. Bahkan ketika memiliki hajat, misalnya mau membangun rumah, karya sastra yang bertajuk Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jilani dibaca dengan melalui prosedur tertentu, yakni membuat ingkung (memasak ayam jantan) dan beberapa jenis makanan dan minuman tertentu; pemasaknya orang yang sudah tidak bisa haid, ketika memasak tidak boleh berbicara alias harus “topo bisu”, dan seterusnya).

Sementara di sebagian kalangan keluarga keturunan Cina, bacaan-bacaan tentang susastra dan sejarah Tiongkok juga cukup menjadi tradisi yang bisa diandalkan. Itu adalah modal besar bagi bangsa kita untuk menghargai karya sastra secara kreatif.

Pembentukan karakter dimulai dari keluarga. Dan karya sastra bermutu mengisi jiwa kita dengan asupan cahaya spiritualitas, seperti halnya Kitab Suci mengisi jiwa kita dengan cahaya Ilahi. Keluarga tanpa asupan kedua jenis spiritualitas demikian dapat dipastikan jiwanya kering kerontang, karakternya rapuh, wataknya kaku dan keras, hatinya angkuh, tak sudi belajar kepada orang lain, anti-kritik, dan —celakanya— senang menyaksikan pembunuhan atau tayangan horor, –lebih celaka lagi– hobi membunuh sesama manusia

Karena itu, jika kita sekarang sedang mendengar slogan “revolusi mental” barangkali salahsatu agenda terpentingnya adalah menjadikan setiap keluarga sebagai keluarga yang memiliki kesukaan terhadap karya susastra bermutu.

Sebab, kalau sekedar banyak baca tetapi bacaannya adalah karya kurang berkualitas, atau bahkan hanya sekadar baca informasi online yang muatannya kebanyakan sampah, sulitlah kita berharap munculnya manusia-manusia Indonesia yang berbudi pekerti sejalan dengan idealitas pancasila .[]

Selengkapnya: Susastra untuk Keluarga

Incidental Comics: World's Writing

Tuesday 22 July 2014

Styles of Writing: http://www.incidentalcomics.com/2014/03/styles-of-writing.html

The Writers' Retreat: http://www.incidentalcomics.com/2014/07/the-writers-retreat.html

Understanding Poetry: http://www.incidentalcomics.com/2014/04/understanding-poetry.html

Poet in My Pocket: http://www.incidentalcomics.com/2014/03/poet-in-my-pocket.html

The National Department of Poetry: http://www.incidentalcomics.com/2014/01/the-national-department-of-poetry.html

Reading Is Dangerous: http://www.incidentalcomics.com/2013/07/reading-is-dangerous.html

The Story Coaster: http://www.incidentalcomics.com/2013/07/the-story-coaster.html

Performance-Enhancing Drugs for Writers: http://www.incidentalcomics.com/2013/02/performance-enhancing-drugs-for-writers.html

Genius Is...: http://www.incidentalcomics.com/2013/03/genius-is.html

Creative Blocks: http://www.incidentalcomics.com/2013/03/creative-blocks.html

How to Make Write: http://www.incidentalcomics.com/2013/03/how-to-make-write.html

Day Jobs of the Poets: http://www.incidentalcomics.com/2013/04/day-jobs-of-poets.html

Rules for Freelancers: http://www.incidentalcomics.com/2013/05/rules-for-freelancers.html

Brainstorm: http://www.incidentalcomics.com/2012/10/brainstorm.html

Story Structures: http://www.incidentalcomics.com/2012/11/story-structures.html

Life in the Woods: http://www.incidentalcomics.com/2012/11/life-in-woods.html

Life Drawing: http://www.incidentalcomics.com/2012/12/life-drawing.html

Minimalism is Simple: http://www.incidentalcomics.com/2013/01/minimalism-is-simple.html

The Nature of Ambition: http://www.incidentalcomics.com/2013/01/the-nature-of-ambition.html

Ini rangkuman lengkapnya: http://www.incidentalcomics.com/p/poster-shop.html

Selengkapnya: Incidental Comics: World's Writing

Antologi Puisi, HariPuisi Indopos "Bersepeda ke Bulan" (2013)

Sumber gambar

Sumber gambar.
Buku antologi puisi "Bersepeda ke Bulan" merupakan himpunan puisi karya penyair-penyair yang dimuat koran Indopos selama rentang satu tahun, 2013.
DAFTAR ISI

M. Subarkah 1
Hasan Aspahani 3
Isbedy Stiawan 5
Abdul Wachid B.S 7
Ni Made Purnamasari 10
Fajri Andika 12
Soni Farid Maulana 13
Liswan Payub 14
Muhammad Ali Fakih 16
Nanang Suryadi 18
Dadang Ari Murtono 20
Alya Slaisha-Sinta 22
Dimas Ari K. Mihardja 24
Budi Hatees 26
Irfan M. Nugroho 27
Budi Saputra 29
Remmy Novaris DM 31
Eddy Pranata PNP 32
Wayan Jengki Sunarta 34
Yanwi Mudrikah 36
F. Pratama 37
Nunung Noor El Niel 38
Ahmad Kekal Hamdani 40
Jufri Zaituna 42
Abdillah Mubarak Nurin 44
Kiki Sulistro 45
Sri Sudarianti 47
Jumardi Putra 48
Esha Tegar Putra 49
May Moon Nasution 50
Kurnia Hidayati 51
Mira MM Astra 53
Iverdixon Tinungki 55
Eko Kun Kajari 57
Assyafa Jelita 58
Irma Agriyanti 59
Siti SIamah 60
Ganjar Sudibyo 62
Nana Riskhi Susanti 63
Maria M. Magdalena 65
Subaidi Pratama 66
Ang Jasman 68
Zulklifi Songyanan 70
Saifa Abidillah 71
Husen Arifin 72
Imam Safwan 75
Junaidi Abdul Munif 77
Viddy AD Daery 79
Rudi Irawan Syafrullah 81
Mohammad Chandra Irfan 84
Pranita Dewi 86
M. Irfan Kurniawan 90
Ekohm Abiyasa 91
Lasinta Ari Nendra Wibawa 93
Asrina Novianti 95
Setiyo Bardono 96
Abdullah Mubaqi 98
Alizar Tanjung 100
Edwar Maulana 102
Budhi Wiryawan 103
Marsten L. Tarigan 105
Nermi Arya 107
Toto ST Radik 110
Selendang Sulaiman 112
Dedet Setiadi 114
Ahmadun Yosi Herfanda 115
Wishu Muhamad 117
Mugya Syahreza Santosa 118
A. Warits Rovi 120
Fatih Kudus Jaelani 122
Eko Roesbiantoro 123
Willy E. Cahyadi 125
Li Sansan Lukiana 127
Fajar M. Fitrah 129
Kamil Dayasawa 130
Isbedy Stiawan Zs 132
Anna Lestari 134
Ulfatin CH 136
Hamzah Muhammad 138
Budhi Setyawan 139
Fakhrunas MA Jabbar 141
DP Anggi 143
Ahmad Wayang 144
Anam Khoirul Anam 146
Sofyan RH Zaid 147
Ardian Je 149
Winarni Dwi Lestari 151
Cikie Wahab 153
Chavcay Syaifullah 155
Intan Pertiwi 157
Yati Mulyati 159
R. Abdul Azis 161
Athiya R. Izzati 162
Putu Gede Pradipta 164
Anisa Isti Yuslimah 166
Gunawan Atmodjo 168
Selengkapnya: Antologi Puisi, HariPuisi Indopos "Bersepeda ke Bulan" (2013)

Puisi-puisi yang Dimuat Solopos dan Radar Surabaya (Minggu, 13/07/2014)

Monday 21 July 2014

SOLOPOS (3 puisi)

Mimpi Kabur

mimpi tertinggal di kepala semalam
awan-awan menghitam
menuruni lembah-lembah
dasar jiwa

sudah tenang
kausudahi igau
mantra-mantra pelipur
lalat-lalat hitam terbang
mengintai di semak kacau

batu terjal himpit mata-mata elang
pengintai yang kabur dari perang
tempat-tempat sembunyi

Karanganyar, Juni 2014



Negeri Para Anjing

berita-berita televisi
membikin kepala meledak
antara ironi
dan muak yang memuncak

seperti di pasar
janji-janji dan citra-citra positif ditebar-tebar
diobral-obral!

seperti harga daleman yang cuma
sepuluh ribu tiga!

ini 'negeri bohong!'*
bukan lagi tong kosong
mulut-mulut pembohong
tukang-tukang bohong

omong kosong!

begitu para anjing menggonggong

Surakarta, Mei 2014

* Puisi Jumari HS (Negeri Bohong)



Semadi

kudapati bayang tubuh seseorang
di bawah bangku kosong
sebuah ruang gelap begini!

sebuah arca keras berlumur asap-asap dupa
aku mengenalnya sebagai sejarah
yang tak bergerak dari tempatnya berdiam
selalu sepi dari percakapan
ramai-ramai nyamuk berusia abad-abad
dalam abjad-abjad usia purba

diriku masuk ke dalam kamar kosong
mengenali suara-Mu dalam heningku
di mana Kau akan tempatkan ruhku selanjutnya?
apakah hari-hari selalu sesal
menyerupai baiat-baiat do'a para pendosa

kudapati tubuhku melayang
bersama asap-asap dupa
ke langit-langit

Karanganyar, Juni 2014



RADAR SURABAYA (5 puisi)
http://radarsby.com/radarsurabaya%20pdf/6.pdf


Lubang Maut

air mengembara
di segenap pori-pori
lubang-lubang menemu matahari
dicuri angka-angka

tahun-tahun terlipat
pada sungai-sungai mengalir pucat kabisat

burung hantu selalu tahu
merayakan sepi

peluh-peluh menetes pada sebuah takdir
bernama laut

kabut-kabut ganjil membawa akhir
bernama maut!

Surakarta, April 2014



Balok Kayu dan Bulan

berapa lama
kau akan berdiam di halaman
kau mengasihiku sebagai bulan
bermata kosong

o,
bulan selalu bermimpi
berdiam rumah-rumah kayu

seperti pertapaan panjang
waktu yang tepat akan datang

maukah kau membuat rumah?
ayolah, buatkan rumah
bagi mata yang bersinar ini
bulan merengek

tenanglah, bulan
kau akan dapatkan rumah yang sempurna
setelah purnama ketiga puluh

kemarilah
mengunjungi halaman ini
setelah purnama ketigapuluh!

Surakarta, April 2014



Korek Api

tubuh kami
terpenjara dalam buta mata-mata manusia
yang tidak di-manusia-kan

suara kami
adalah barisan desis derita
ujung nyala api

jiwa kami
adalah abu gerilya yang dibungkam mati
api revolusi!

Surakarta, April 2014



Daun Waktu

wajah-wajah kehilangan mimpi
kesunyian berlapis-lapis
mengikis usia terbujur menggaris

daun jati jatuh melipat terlipat
tanah dalam dekap irama rintik
lagu-lagu tak melulu romantik

merdu suara
gesekan reranting di lubang-lubang waktu
kian bisu, daun-daun kosong yang abadi

nasib terukir di dada
dengan warna yang selalu sama
tanda selalu berputar
mengarungi siklus langkah-langkah belukar

garis-garis tuhan berpencar
di telapak tangan
sebagai muram silsilah batang
dan akar-akar

daun-daun selalu jatuh
di kening mimpi menghunus nafsu
serupa gugus bintang di langit hati yang tandus

Surakarta, April 2014



Kanvas

sedianya kau akan melukis
matahari tenggelam di kepalaku

aku selembar kanvas putih yang tak lagi
cemerlang dari sebuah waktu yang hilang
retak dan terbakar

sedianya kau akan melukisnya
dengan satu warna; jingga!

Surakarta, April 2014


Posting di Facebook: https://www.facebook.com/notes/ekohm-abiyasa/puisi-puisi-yang-dimuat-solopos-dan-radar-surabaya-minggu-13072014/755111947872873
Selengkapnya: Puisi-puisi yang Dimuat Solopos dan Radar Surabaya (Minggu, 13/07/2014)

Empat Puisi di Masterpoem Indonesia

Monday 7 July 2014

Edisi:  Ahad, 06 Juli 2014
Link: http://masterpoem-id.blogspot.com/2014/07/ahad-06-juli-2014.html

Percakapan Sunyi 1

aku sampai
pada bab yang melelahkan ini
semua seperti mimpi kosong
mimpi siang bolong
terbungkam pada sunyi
di beranda gelap sekali
kehilangan cahaya
di mana peta itu Kau simpan, Tuhan?

Desember 2012
 
Percakapan Sunyi 2

seharusnya aku
berdiri sendiri layaknya karang
ombak besar di pantai membungkam tubuh
seharusnya memang
berdiri sendiri
mendengus hujan di kamar mimpi

Jakal KM 14 Yogyakarta, September 2012

Percakapan Sunyi 3

o, mengapa Tuhan menciptakan aku di sini
mengapa tidak di surga saja
atau di mana saja selain bumi
o, mengapa hidup begini
udara mengalir menusuk
sekian sakitnya
aku mohon, jangan hidupkan aku lagi
aku lelah
berpura-pura begini

Jakal KM 14 Yogyakarta, Oktober 2012

Percakapan Sunyi 4

menyusun kata
terlalu gagap bicara
menyulam memori dan ingatan
beberapa kata saja
malam pertigaan kabut menebal
angin gontai
melambatkan harapan-harapan
kadang tenggelam
begitu saja; tanpa desis
terdiam
sedemikian rapi huruf-huruf tercetak

Karanganyar, November 2007

Ekohm Abiyasa: Lahir tahun 1987 di Karanganyar, Jawa Tengah. Penikmat sastra terutama puisi. Karya-karyanya dipublikasikan di Indopos, Solopos, Joglosemar, Suara Merdeka, Minggu Pagi, Koran Merapi, Kendari Pos, Frasa, Buletin Sastra Pawon dan lain-lain.

Puisi-puisinya termaktub dalam antologi puisi bersama: Requiem Bagi Rocker (2012), Wuyung Ketundhung (2012), Satu Kata: Istimewa (2012), Dari Sragen Memandang Indonesia (2012), Indonesia dalam Titik 13 (2013), Merawat Ingatan Rahim (2013), Puisi Menolak Korupsi (2013), Dari Dam Sengon ke Jembatan Panengel (2013), Habis Gelap Terbitlah Sajak (2013).
Selengkapnya: Empat Puisi di Masterpoem Indonesia

Minim, Dokumen Historiografi Sastra

Thursday 3 July 2014

   Bandarlampung, Kompas
  
   Historiografi sastra Indonesia masih minim, sehingga menyulitkan
   peneliti yang terjun langsung untuk membuat peta yang aktual tentang
   kepenyairan Indonesia modern. Sedang tingkat apresiasi masyarakat kita
   terhadap karya sastra (puisi) masih rendah. Hal ini didukung dengan
   pengajaran sastra di sekolah yang terkesan kaku dan siswa dibekali
   teori-teori usang.
  
   Hal itu terungkap dalam diskusi sastra Temu Penyair
   Sumatera-Jawa-Bali, di Taman Budaya Lampung, Sabtu dan Minggu (25/8),
   dengan pembicara sastrawan Korrie Layun Rampan dan guru SMU 3
   Tanjungkarang, Sutjipto. Pembicara lain Agus R Sardjono dan Afrizal
   Malna. Diskusi dihadiri sedikitnya 60 penyair, antara lain Yvonne de
   Fretes, Yusrizal KW, Gus tf, Fakhrunnas MA Jabbar, Dasri al-Mubary, EM
   Yogiswara, T Wijaya, Acep Syahril, dan Isbedy Setiawan ZS.
  
   Peta
   Menurut Korrie, untuk dapat merekonstruksi peta kepenyairan Indonesia
   mutakhir, tidak mungkin hanya meneliti dari sumber-sumber formal
   terbitan Jakarta, terutama - dan ini yang lebih banyak - menyauknya
   (mencedok) dari sumber asli. Sumber-sumber asli ini bersebaran di
   kantung-kantung budaya yang ada di sejumlah kota.
  
   "Kesulitan utama bagi peneliti yang terjun langsung untuk membuat peta
   aktual tentang kepenyairan Indonesia modern adalah pada keterbatasan
   bahan. Bagi pemerhati yang tidak mengikuti pertumbuhan dan
   perkembangan puisi Indonesia secara kontinyu akan tertumbuk pada
   luasnya wilayah kantung budaya dan banyaknya penyair yang muncul di
   situ," ungkapnya.
  
   Korrie menjelaskan, sudah seharusnya muncul lanjutan kritik sastra dan
   penulisan sastra yang komprehensif serta antologi yang memuat
   data-data yang aktual. Namun hingga kini penulisan dan publikasi
   semacam itu tampaknya mengalami banyak kendala karena menyangkut
   berbagai faktor di luar karya sastra itu sendiri.
  
   "Kantung-kantung budaya di daerah dewasa ini lebih menekankan
   penulisan kreatif ketimbang merekam karya-karya kreatif itu dalam
   suatu dokumen historiografi sastra," tandasnya.
  
   Teori usang
   Sementara itu, Sutjipto mengemukakan, rendahnya tingkat apresiasi
   masyarakat terhadap karya sastra dewasa ini karena pengajaran sastra
   di sekolah masih kaku, monoton dan mengajarkan teori-teori yang telah
   usang. Guru yang mengajarkan sastra pun kurang profesional, bahkan
   banyak yang tidak mampu.
  
   "Untuk mengembangkan dan membina daya apresiasi siswa, guru hendaknya
   mengajarkan puisi, bukan tentang (teori) puisi. Puisi adalah karya
   yang digali dari sumber kehidupan. Maka pembelajarannya harus
   dikembalikan kepada realitas kehidupan," katanya.
  
   Menanggapi Sutjipto, sejumlah penyair mengatakan pentingnya disusun
   buku yang memuat dan menjelaskan karya-karya sastra terbaru dan sesuai
   perkembangan zaman, sehingga kemampuan apresiasi sastra siswa tidak
   hanya terbatas pada karya-karya penyair angkatan 45, angkatan 66 dan
   sebagainya.
  
   "Kalau perlu, dalam pengajaran sastra di sekolah, diputar rekaman para
   penyair baca puisi. Atau para penyairnya diundang langsung berdialog
   dengan siswa," tutur Yvonne de Fretes.
  
   Ungkapan moral
   Gubernur Lampung, Poedjono Pranyoto, dalam sambutannya mengatakan,
   para penyair harus mau mebuka diri dalam pergaulan sosial untuk
   memasyarakatkan hasil karyanya. Puisi-puisi yang diciptakan penyair
   adalah bagian dari upaya mencerdaskan dan memajukan bangsa.
  
   "Saya teringat ucapan John F Kennedy, kalau politik itu kotor, maka
   puisilah yang membersihkannya. Ungkapan itu mengandung keluhuran puisi
   sebagai bentuk ungkapan moral," kata Poedjono.
  
   Karena itu, untuk menjaga keluhuran esensi puisi, para penyair
   hendaknya menciptakan karya puisi yang mampu memberi pencerahan bagi
   masalah-masalah yang dihadapi bangsa dan negara, bukan sebaliknya
   justru memperkeruh suasana. (nal)

Sumber: http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/08/26/0040.html
Selengkapnya: Minim, Dokumen Historiografi Sastra

Edisi Ulang Tahun yang Pertama, Masastro (Malam Sastra Solo) Adakan Workshop Penulisan Cerpen. Minggu, 20 Juli 2014

Dalam rangka edisi ulang tahun yang Pertama, MaSastrO akan mengadakan WORKSHOP PENULISAN CERPEN.

-Pembicara: Abednego dari http://timlo.net  Hadir juga Fajar Merah dan Paket Kecil.
- Biaya pendaftaran workshop penulisan cerpen:  Rp 20K. Diserahkan sewaktu daftar ulang pada Minggu, 20 Juli 2014 pkl. 14:00 atau ke Sekretariatan MaSastrO.
- Pendaftaran ditutup pada tanggal 17 Juli, lingsir wengi (tengah malam), atau jika kuota 30 peserta terpenuhi.
- Pendaftaran ke 085867115545
Format: nama.usia.gender.asal.FB/twitter/email

Info selengkapnya, silakan ikuti terus twitter MaSastrO : https://twitter.com/MalamSastraSolo atau kontak CP dalam pamflet.
Selengkapnya: Edisi Ulang Tahun yang Pertama, Masastro (Malam Sastra Solo) Adakan Workshop Penulisan Cerpen. Minggu, 20 Juli 2014

Tiga Puisi Ekohm Abiyasa di rumahdunia.com

Tuesday 1 July 2014

Lahir tahun 1987 di Karanganyar, Jawa Tengah. Penikmat sastra terutama puisi. Karya-karyanya dipublikasikan di Indopos, Solopos, Joglosemar, Suara Merdeka, Suara Karya, Minggu Pagi, Koran Merapi, Kendari Pos, Frasa, Buletin Sastra Pawon dan lain-lain.

1.
Nona Sunyi

Tuan Sajak mengajariku cara bercocok tanam
pada ladangmu yang berhimpun dingin bermalam-malam
pada ruang hatimu, Nona Sunyi

Tuan Sajak memberiku benih-benih huruf
ditaburnya pada rahim-rahim purbamu, Nona Sunyi
kuat dan tangguh-tangguhlah

Kini engkau berpaling kemana, Nona Sunyi
tiada kau gemburkan tunas-tunas rindu yang kutanam
sementara musim-musim berlayapan; berpayar-payar
meninggalkan penantian
meranggaskan rindu-rindu belia

Surakarta, November 2013

***

2.
Gadis Bulan Juni

bulan juni menggenang kenangan
kabur dari sarang-sarang ingatan

aku seperti pelari yang kalah start
kalah cepat

untuk gadis bulan juni
hanya puisi di kantong baju
tiada lain

kita pernah bersama
mengawini sepi

Surakarta, Mei 2014

***

3.
Menjaga Ingatan

saat malam-malam bertamu
aku menjelma burung-burung hantu
menjaga mimpi-mimpimu
dari tangan-tangan
para pencuri ingatan

saat pagi menjelang
aku menjelma cahaya-cahaya rindu
menjaga butir-butir ingatan
dari mata-mata
cahaya matahari

Surakarta, Oktober 2013

***
Gambar: Robinwood karya Edi Bonetsky

Sumber: http://rumahdunia.com/isi/3-puisi-ekohm-abiyasa/
Selengkapnya: Tiga Puisi Ekohm Abiyasa di rumahdunia.com

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas