Showing posts with label penulis. Show all posts
Showing posts with label penulis. Show all posts

Proses Kreatif Haruki Murakami oleh Maggie Tiojakin

Wednesday, 19 June 2013

Lahir di Kyoto, Jepang pada tahun 1964, HARUKI MURAKAMI adalah seorang novelis internasional yang karya-karyanya selalu memadati toko-toko buku di seluruh dunia. Diprediksi sebagai calon penerima Penghargaan Nobel Sastra, Haruki juga dikenal sebagai penerjemah karya-karya sastra Inggris ke dalam bahasa Jepang. Di antara karya-karyanya yang paling populer adalah The Wind-Up Bird Chronicle, Hard-Boiled Wonderland, Norwegian Wood, IQ84, Hear the Wind Sing, A Wild Sheep Chase, dan lainnya.

Berikut adalah penggalan sejumlah wawancara yang pernah diterbitkan The Paris Review dan The New York Times.

Selamat membaca,
Tim Fiksi Lotus

haruki-murakami
GAYA KEPENULISAN
Gaya kepenulisan yang natural bagi saya sangat dekat dengan novel saya yang berjudul Hard-Boiled Wonderland. Terus terang, saya kurang suka pada gaya kepenulisan realis. Saya lebih cenderung memilih gaya kepenulisan surealis. Tapi di novel Norwegian Wood saya memutuskan untuk menulis karya yang seratus persen realis. Saya butuh pengalaman itu. Saya bisa jadi penulis cult jika saya hanya menulis novel-novel surealis. Tapi saya punya keinginan untuk masuk ke dalam genre popular, maka saya mendorong diri saya untuk menulis buku realis. Itu sebabnya saya menulis Norwegian Wood yang kemudian jadi buku best-seller di Jepang. Saya sudah memprediksi hal tersebut. Sebagai perbandingan dengan novel-novel saya yang lain, Norwegian Wood sangat mudah dibaca dan mudah dimengerti. Banyak orang yang suka dengan buku itu. Dengan begitu saya harap mereka akan tertarik membaca buku-buku saya yang lain.

KERANGKA CERITA
Ketika saya mulai menulis, saya tak pernah menyusun kerangka khusus. Saya cukup menunggu saja sampai cerita itu terbentuk di kepala saya. Saya tidak pernah memilih jenis cerita yang ingin saya tulis atau bagaimana akhirnya. Saya hanya menunggu. Untuk kasus Norwegian Wood tentunya berbeda, karena saya sengaja memutuskan untuk menulis dengan gaya realis. Tapi secara garis besar—saya tidak pernah memilih cerita apa yang ingin saya sampaikan. Biasanya saya mendapat beberapa bayangan, lantas saya menggabungkan bayangan itu menjadi garis cerita. Lalu saya jelaskan garis cerita itu kepada pembaca. Saat menjelaskan sesuatu kepada pembaca, saya harus pelan-pelan dan menggunakan kata-kata yang tidak sulit dicerna, metafora yang masuk akal, alegori yang baik. Itu pekerjaan saya. Saya harus menyampaikan cerita dengan hati-hati dan bahasa yang jelas.

PEMILIHAN ENDING CERITA
Saya punya kecenderungan mengakhiri novel atau cerita saya dengan ending ambigu. Tapi itu natural bagi saya. Coba saja baca karya-karya Raymond Chandler. Bukunya juga tidak pernah memberikan ending yang konklusif. Dia mungkin menunjukkan bahwa Si A adalah pembunuh yang dicari-cari, tapi sebagai pembaca saya tidak peduli siapa tokoh pembunuhnya. Ada satu episode yang menarik ketika Howard Hawks [sutradara] mengadaptasi buku Raymond Chandler yang berjudul The Big Sleep untuk jadi film layar lebar. Howard tidak mengerti siapa yang membunuh karakter supir dalam buku The Big Sleep, maka ia menghubungi Raymond untuk menanyakan hal tersebut. Jawaban Raymond, “Itu tidak penting!” Hal yang sama juga saya rasakan sebagai pembaca. Ending konklusif itu tak ada artinya. Saya tidak peduli siapa tokoh pembunuh dalam buku The Brothers Karamazov [karya Fyodor Dostoyevsky]. Saat menulis, saya juga tak pernah mau tahu siapa pelaku kejahatan dalam cerita saya. Saya menempatkan diri di level yang sama dengan pembaca. Di awal cerita, saya tidak tahu bagaimana cerita itu akan berakhir atau apa yang akan terjadi di halaman-halaman berikutnya. Bila saya membuka cerita dengan kasus pembunuhan, saya tidak langsung tahu siapa pembunuhnya. Saya justru menuliskan cerita tersebut untuk mengetahui siapa pembunuhnya. Kalau saya sudah tahu sejak awal siapa pembunuhnya, maka tak ada gunanya lagi cerita itu ditulis.

JADWAL MENULIS
Menulis buku sama seperti bermimpi dalam keadaan terjaga. Kalau kita bermimpi dalam tidur, kita tidak akan bisa mengendalikan mimpi itu. Saat menulis buku, kita terjaga; kita bisa memilih waktu, kondisi, semuanya. Setiap pagi saya menulis selama empat, lima, enam jam; lalu saya berhenti. Saya akan melanjutkan tulisan saya keesokan harinya. Saat saya menulis novel, saya selalu bangun pukul empat pagi dan bekerja selama lima sampai enam jam. Di sore hari, saya jogging sejauh sepuluh kilometer atau berenang sejauh 1500 meter (atau melakukan keduanya). Lantas saya menghabiskan waktu membaca atau mendengarkan musik. Saya tidur pukul sembilan malam. Setiap hari saya melakukan hal ini secara rutin. Pola ini adalah hal yang penting bagi saya. Karena dengan rutinitas seperti ini saya bisa mengkodisikan pikiran saya untuk selalu fokus. Jangan kira ini hal mudah. Menetapkan rutinitas yang sama—tanpa jeda—selama enam bulan berturut-turut atau setahun penuh butuh kekuatan mental dan fisik. Oleh sebab itu, menulis sama seperti latihan daya tahan. Kekuatan fisik sama pentingnya dengan sensitivitas artistik.

REVISI
Saya pekerja keras. Saya selalu berkonsentrasi dalam mengerjakan tulisan saya. Setiap karya yang saya tulis biasanya harus dipoles dan direvisi sebanyak empat, lima kali. Lumrahnya saya butuh enam bulan untuk menulis draf pertama setiap novel, lalu tujuh atau delapan bulan setelahnya saya habiskan merevisi. Draf pertama selalu berantakan. Saya harus merivisi lagi dan lagi.

PROTAGONIS
Protaginis saya cenderung terperangkap dalam dunia spiritual dan dunia nyata. Di dunia spiritual, tokoh wanita—atau pria—yang saya tulis cenderung pendiam, cerdas dan rendah hati. Di dunia realistis, tokoh wanita saya cenderung aktif, komikal dan positif. Mereka punya selera humor. Pikiran protagonis saya juga cenderung terbelah antara dua dunia dan mereka selalu bingung saat harus memilih. Saya rasa itu pola yang terus muncul dalam karya-karya saya. Terlebih di novel Hard-Boiled Wonderland di mana pikiran si protagonis benar-benar terbelah dua. Di novel Norwegian Wood juga begitu—ada dua gadis dan si protagonis tidak bisa memilih salah satu dari mereka. Begitu terus dari awal sampai akhir.

TERJEMAHAN
Saya banyak belajar dari buku-buku yang saya terjemahkan. Itu sebenarnya tujuan utama saya menerjemahkan karya penulis lain. Saya banyak belajar dari penulis ber-genre realis. Karya mereka harus dibaca dengan sangat hati-hati agar bisa diterjemahkan dengan baik dan benar; dan saya bisa melihat rahasia mereka dengan mudah. Jika saya dipaksa menerjemahkan karya penulis post-modern seperti Don DeLillo, John Barth, atau Thomas Pynchon—akan terjadi benturan besar: kegilaan saya versus kegilaan mereka. Saya mengagumi karya-karya mereka; tapi untuk bahan terjemahan, saya pilih karya-karya penulis realis.

NARASI
Narasi sangat penting dalam praktik menulis buku. Saya tidak peduli soal teori. Saya tidak peduli soal kosa kata. Bagi saya yang terpenting adalah apakah narasinya bagus atau tidak.

2013 © Hak cipta. Fiksi Lotus dan Haruki Murakami. Tidak untuk dijual, digandakan ataupun ditukar. Ijin posting ulang.
Selengkapnya: Proses Kreatif Haruki Murakami oleh Maggie Tiojakin

Daniel Defoe (1660-1731)

Monday, 17 December 2012

Daniel Defoe (1660-1731) Novelis dan jurnalis Inggris, pengarang kisah terkenal, Robinson Crusoe (1719), cerita tentang seorang lelaki yang terdampar di sebuah pulau, dan Moll Flanders (1722), kisah perempuan yang terpaksa menentukan jalan hidupnya sendiri. Bersama Samuel Richardson, Defoe dianggap sebagai pendiri novel Inggris. Sebelum Defoe, cerita-cerita biasanya ditulis dalam bentuk puisi panjang atau drama. Dia menghasilkan sekitar 200 karya prosa non-fiksi, dan sekitar 2000 esai pendek
Daniel Defoe lahir pada 1660 di London, Inggris, sebagai putra dari James Foe, seorang pedagang dan anggota Perusahaan Butcher. Ayahnya sangat puritan, dan sifatnya itu kelak kadang muncul dalam tulisan Defoe. Keluarga Foe adalah anggota aliran Dissenter, Kristen Protestan yang tak mengikuti Gereja Anglikan. Dia belajar di Charles Morton Academy, London. Usaha Defoe mengalami kegagalan dan membuat hutangnya menumpuk, sekitar 17.000 pondsterling. Pada 1684 dia menikahi Marry Tutffley. Defoe sempat terlibat dalam pemberontakan Monmouth pada 1685 melawan James II. Ketika bersembunyi di sebuah gereja setelah pemberontakan dipadamkan, dia melihat nama Robinson Crusoe terpahat di sebuah batu, dan dari sinilah nama tokoh novelnya yang terkenal itu berasal. Defoe menjadi pendukung William, bergabung dengan tentaranya pada 1688 dan menjadi pedagang sukses. Dari 1695 sampai 1699 dia menjadi akuntan dan kemudian bekerja pada perusahaan batako dan tegel, tetapi bangkrut. Pada 1702 Defoe menulis pamfletnya yang terkenal, The Shortest Way With the Dissenters. Dalam tulisan itu dia meniru-niru retorika High Anglican Tories dan seolah-olah menentang pembantaian terhadap anggota aliran Dissenter. Karena tulisan ini Defoe ditangkap pada Mei 1703 tetapi kemudian dibebaskan dengan syarat menjadi petugas intelejen untuk Robert Harley. Ketika di penjara dia menulis puisi Hymn to the Pillory (1703). Puisi ini dijual di jalan-jalan. Ketika Tories jatuh dari kekuasaannya Defoe melanjutkan kerjanya sebagai intelejen untuk pemerintah Whig.

Pada masanya Defoe dianggap sebagai jurnalis yang tak bermoral dan jahat. Defoe menggunakan sejumlah nama samaran seperti Eye Witness, T.Taylor, dan Andrew Morton. Nama samarannya yang paling aneh adalah “Heliostrapolis, secretary ot the Emperor of the Moon,” dipakai dalam tulisan sindiran politiknya, The Consolidator, atau Memoirs of Sundry Transactions from the World in the Moon (1705). Tulisan-tulisan politiknya banyak dibaca orang dan membuatnya mempunyai banyak musuh. Dia menerbitkan A Review of the Affairs of France, and of All Europe (1704-1713), menjadi editor Mercurius Politicus (1716-1729), Manufacturer (1720) dan Director (1720-21).

Pada April 1719 terbitlah novel Robinson Crusoe yang sebagian didasarkan pada memoir dari para petualang, seperti Alexander Selkrik, yang pernah dibuang ke kepulauan Juan Fernandez, ratusan mil dari pantai Chili, selama empat tahun empat bulan. Pada awalnya Defoe kesulitan mencari penerbit untuk buku itu sebelum akhirnya menerima £10 untuk naskahnya. Kisah Robinson Crusoe yang berbentuk prosa sederhana dengan karakter yang jelas dan situasi yang realistik ini telah mempesona banyak pembaca, seperti Joachim Heinrich Campen, Jules Verne, Stevenson, Johann Wyas, Michael Tournier, J.M Coetzee dan para pengarang kisah-kisah model Robinson lainnya.

Selama tahun-tahun terakhir hidupnya Defoe berkonsentrasi pada penulisan buku. Pada usia 62 tahun dia menerbitkan Moll Flanders, A Journal of the Plague Year dan Colonel Jack (1722). Karya besar fiksinya yang terakhir adalah Roxana (1724). Selain itu Defoe juga menulis beberapa karya sejarah, A Tour Through the Whole Island of Great Britain (1724-1727, 3 jilid) sebuah buku panduan; The Great Law of Subordination Considered (1724), sebuah kajian perlakuan terhadap budak; The Complete English Tradesman (1726); The Political History of the Devil (1726) dan An Essay on the History and Reality of Apparitions (1727), keduanya adalah buku tentang alam gaib atau supranatural. Defoe meninggal pada 24 April 1731, di Moorfields.

Judul lengkap novel Robinson Crusoe (1719) sangat panjang, yakni The Life and Strange Surprizing Adventures of Robinson Crusoe, Of York, Mariner: Who Lived Eight and Twenty Years, All Alone in an Un-inhabited Island on the Coast of America, Near the Mouth of the Great River of Oroonoque; Having Been Cast on Shore by Shipwreck, Wherein All the Men Persihed but Himself. With an Account how he was at last as Strangely Deliver’s by Pyrates. Written by Himself. Dalam novel ini dikisahkan Robinson Crusoe dari keluarga kelas menengah yang kaya, yang kapalnya karam dan dia terdampar di sebuah pulau dan tinggal sendirian di sana selama 28 tahun, sampai akhirnya dia menyelamatkan budak yang akan dimakan suku kanibal. Budak ini diberi nama Friday. Crusoe dan Friday pada akhirnya berhasil pergi dari pulau itu setelah mengalami beberapa peristiwa yang menegangkan. Kesuksesan buku ini membuat Defoe menulis sekuelnya, The Farther Adventures of Robinson Crusoe, juga terbit pada 1719. Novel Robinson Crusoe mengilhami banyak drama dan banyak film, antara lain film Mr. Robinson Crusoe (1932), Robinson Crusoeland (1950), The Adventures of Robinson Crusoe (1953), Robinson Crusoe on Mars (1964), Robinson Crusoe and the Tiger (1969), Man Friday (1975), Crusoe (1989), dan Robinson Crusoe (1996).


All about Daniel Defoe:



Selengkapnya: Daniel Defoe (1660-1731)

Profil Sastrawan: Pramoedya Ananta Toer

Friday, 5 October 2012

Pramoedya dilahirkan di Blora, di jantung Pulau Jawa, pada 1925 sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya ialah guru dan ibunya ialah pedagang nasi. Ia meneruskan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya dan bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia.

Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora.
Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya. Pramoedya menempuh pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya, dan kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia.

Ia menulis cerpen dan buku sepanjang karir militernya dan dipenjara Belanda di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia sanggup tinggal di Belanda sebagai bagian program pertukaran budaya, dan saat kembalinya ia menjadi anggota Lekra, organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Ini menciptakan friksi antara dia dan pemerintahan Soekarno.
Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan: 13 Oktober 1965 - Juli 1969, Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan, Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau Buru, November - 21 Desember 1979 di Magelang .

Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia. Tokoh utamanaya Minke, bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalamannya sendiri. Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia.
  “Dahulu dia selalu katakan apa yang dia pikirkan, tangiskan, apa yang ditanggungkan, teriakan ria kesukaan di dalam hati remaja. Kini dia harus diam- tak ada kuping sudi suaranya.” Pramoedya Ananta Toer
Mulai menulis sejak jaman Jepang, novelnya yang pertama, Kranji dan Bekasi Jatuh, terbit tahun 1947. Kemudian ia dimasukkan penjara oleh Pemerintah Belanda karena membawa surat-surat yang dianggap berbahaya oleh tentara Belanda. Sebelum itu, Pram memang aktif dalam perjuangan kemerdekaan dan aktif juga dalam bidang pers. Sebenarnya Pram kala itu sudah banyak menulis karya sastra namun banyak yang hilang naskahnya. Romannya yang berjudul Perburuan (1950), mendapat hadiah dalam sayembara mengarang yang diselenggarakan oleh Balai Pustaka. Cerita dari Blora, mendapat hadiah sastra Nasional BMKN tahun 1952.

Karya-karya Pram kebanyakan berupa novel, yakni Perburuan (1950), Keluarga Gerilya (1950), Di Tepi Kali Bekasi (1950), Keluarga Gerilya (1950), Mereka yang Dilumpuhkan (2 jilid, 1951-1952), Bukan Pasar Malam (1951), Korupsi (1954), Midah Si Manis Bergigi Emas (1954), Gulat di Jakarta (1953), Percikan Revolusi (1950), Cerita dari Blora (1952), Cerita dari Jakarta (1957).

Berbagai buku tentangnya telah ditulis, namun tak satupun menyentuh kehidupan pribadinya. Kehidupan pribadinya tenggelam dalam kebesaran namanya. Kini beberapa bulan setelah wafatanya, barulah muncul sebuah buku yang mencoba menghadirkan sosok Pram yang apa adanya dari kacamata Koesalah Soebagyo Toer selaku adik kandungnya yang memiliki hubungan yang paling dekat dengannya.

Buku yang ditulis oleh Koesalah ST ini merupakan catatan pribadinya mengenai persinggungannya dengan Pramoedya yang ia tulis dari tahun 1981 hingga 20 April 2006, sepuluh hari sebelum wafatnya Pram. Karena merupakan catatan pribadi, setiap catatannya bersifat personal, ada yang pendek (1/2 halaman) hingga yang panjang (5-6 halaman).
Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak dari tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia menggambar pengalamannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis. Ia memperoleh Hadiah Ramon Magsaysay untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif 1995. Ia juga telah dipertimbangkan untuk Hadiah Nobel Sastra. Ia juga memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI 2000 dan pada 2004 Norwegian Authors' Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada 1999 dan memenangkan hadiah dari Universitas Michigan.

Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok. Pada 12 Januari 2006, ia dikabarkan telah dua minggu terbaring sakit di rumahnya di Bojong Gede, Bogor, dan sedang dirawat di rumah sakit. Menurut laporan, Pramoedya menderita diabetes, sesak napas dan jantungnya melemah.

Pada 6 Februari 2006 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki diadakan pameran khusus tentang sampul buku dari karya Pramoedya. Pameran ini sekaligus hadiah ulang tahun ke-81 untuk Pramoedya. Pameran bertajuk Pram, Buku dan Angkatan Muda menghadirkan sampul-sampul buku yang pernah diterbitkan di mancanegara. Ada sekitar 200 buku yang pernah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia.

* Dari berbagai sumber
http://majelissastramadiun.blogspot.com/2011/12/profil-sastrawan-pramoedya-ananta-toer.html 

Lebih lengkap: http://id.wikipedia.org/wiki/Pramoedya_Ananta_Toer
Selengkapnya: Profil Sastrawan: Pramoedya Ananta Toer

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas