Pemerintah sudah mengidentifikasi lingkup industri kreatif yang
mencakup 14 sektor, yakni permainan interaktif, piranti lunak
(software), periklanan, riset dan pengembangan, seni pertunjukan,
televisi dan radio, film, video dan fotografi, kerajinan, arsitektur,
busana (fashion), desain, musik, pasar dan barang seni, serta penerbitan
dan percetakan.
Usaha memajukan sektor ekonomi kreatif Indonesia memerlukan
insan-insan yang kreatif. Unsur kreativitas inilah yang menjadi modal
utama bagi terlahirnya produk-produk kreatif sebagai hasil daya cipta
dan karsa manusia. Tanpa kreativitas, maka hasil karya akan monoton,
bahkan mungkin tak laku lagi di pasaran. Kreativitas menjadi unsur
penentu bagi keberlanjutan hidup industri-industri kreatif untuk
menyokong tumbuhnya ekonomi kreatif di negeri ini.
Joseph G. Mason (1999) mengatakan bahwa semua penelitian mengenai
apa yang menyebabkan seseorang menjadi kreatif menunjukkan empat sifat
utama. Beberapa eksperimen memperlihatkan bahwa keempat sifat ini bisa
diperoleh atau dikembangkan ke suatu tingkat pada setiap individu.
Keempat sifat utama manusia kreatif sebagaimana disebut Joseph G. Mason
meliputi: kepekaan terhadap masalah, membuka aliran gagasan, menemukan
orisinalitas/keaslian, dan memegang fleksibilitas kreatif.
Kepekaan terhadap masalah.
Setiap apapun yang dikerjakan dan dihasilkan manusia, tak pernah
mencapai kesempurnaan. Selalu saja ada kekurangan, selalu saja ada
cacat-celanya. Pada setiap produk, senantiasa bisa dilihat mengenai “apa
yang bisa diperbaiki”. Dengan landasan pemikiran seperti ini, maka akan
dapat diselidiki ‘apa masalah’ yang masih ada pada suatu produk. Kalau
produk itu berupa patung, misalnya, maka pertanyaannya yang muncul
diantaranya: bagian detail mana yang bisa disempurnakan sehingga
hasilnya akan lebih baik lagi ke depan? Kalau itu produk fotografi:
bagaimana memanfaatkan teknik yang lebih baik agar foto yang dihasilkan
pun lebih bagus?
Menurut Joseph G. Mason, cara termudah untuk memperbaiki kepekaan
terhadap masalah sebenarnya sederhana saja, yaitu dengan menyadari bahwa
tidak ada sesuatu pun yang sudah dikerjakan dengan sempurna. Setiap
artikel yang dibuat manusia, setiap operasi bisnis, setiap teknik
hubungan manusia, selalu bisa diperbaiki dan pada suatu hari akan
berubah menjadi lebih baik. Jika orang dapat mengenali masalah-masalah
ini sebagai suatu tantangan bagi upaya kreatifnya, ia akan berada di
separuh jalan untuk menemukan pemecahan kreatif.
Pertama, Membuka Aliran Gagasan
Setiap
orang sejatinya dapat mengumpulkan sejumlah besar alternatif pemecahan
terhadap suatu masalah tertentu dalam kurun waktu tertentu. Semakin
banyak gagasan yang dimiliki, semakin besar kesempatan untuk menemukan
pemecahan terbaik yang dapat digunakan. Di samping itu, akan kian
terbentang peluang untuk menghindari cara-cara lama dalam mengerjakan
segala sesuatu. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk kelancaran aliran
gagasan, yaitu: pertama, membuat catatan. Membuat catatan sudah jamak
diketahui dan dipraktikan. Jenis catatan yang harus dibuat adalah yang
menangkap setiap gagasan liar. Catatlah segera, tuliskanlah di selembar
kertas atau buku yang tersedia. Catat pula pendapat kita terhadap semua
masalah yang kita pikirkan. Termasuk mencatat segala sesuatu yang
diperkirakan berguna di masa depan, betapapun tampak kecilnya
kemungkinan itu.
Tes psikologi tentang kemampuan mengingat sesuatu, menyebutkan:
kecepatan lupa adalah 25 persen dalam 24 jam pertama, 85 persen dalam
satu minggu. Karena itu, membuat cacatan untuk membantu mengingat
menjadi sangat masuk akal. Sistem apapun yang dibuat, sasarannya adalah
untuk dapat dengan cepat mengumpulkan dan menemukan kembali segala
sesuatu yang telah kita lihat, baca, dengar, atau alami sebelumnya.
Kedua, Menemukan Waktu Kreatif
Setiap orang memiliki jumlah waktu yang sama, yakni 24 jam dalam sehari. Dalam siklus waktu itu, ada saat-saat di mana seseorang menemukan puncak-puncak kreativitasnya, entah pagi, siang, sore, ataupun malam hari. Pada saat-saat itulah dia menjadi begitu kreatif dalam berpikir. Banyak ide-ide lahir pada waktu-waktu tertentu. Itulah saat yang disebut dengan puncak kreatif seseorang. Inilah karunia Tuhan yang tiada duanya, yang pantas dimanfaakan untuk melahirkan gagasan kreatif. Sia-sialah kalau seseorang yang dikaruniai waktu-waktu kreatif tetapi tidak memanfaatkannya dengan baik, malahan memilih berleha-leha.
Setiap orang memiliki jumlah waktu yang sama, yakni 24 jam dalam sehari. Dalam siklus waktu itu, ada saat-saat di mana seseorang menemukan puncak-puncak kreativitasnya, entah pagi, siang, sore, ataupun malam hari. Pada saat-saat itulah dia menjadi begitu kreatif dalam berpikir. Banyak ide-ide lahir pada waktu-waktu tertentu. Itulah saat yang disebut dengan puncak kreatif seseorang. Inilah karunia Tuhan yang tiada duanya, yang pantas dimanfaakan untuk melahirkan gagasan kreatif. Sia-sialah kalau seseorang yang dikaruniai waktu-waktu kreatif tetapi tidak memanfaatkannya dengan baik, malahan memilih berleha-leha.
Siklus kreativitas setiap orang berbeda-beda dan harus
diketemukannya sendiri. Setelah menemukan puncak waktu kreatif itu, lalu
manfaatkan untuk memikirkan pemecahan masalah dengan tujuan mendapatkan
gagasan. Jika dipandang perlu, gunakan lokasi atau ruang yang khusus
dan sama dalam setiap waktu kreatif ini. Suasana lingkungan yang
mendukung bisa membantu pendakian ke puncak kreativitas dus menghasilkan
gagasan-gagasan berharga .
Ketiga, Menentukan Batas Waktu.
Menjadi sifat manusia untuk menunda-nunda penyelesaian masalah. Kalau bisa dikerjakan besok, mengapa harus sekarang? Begitulah pertanyaan retoris yang cenderung menghasilkan penundaan pemecahan masalah. Kita memang harus bersungguh-sungguh melibatkan diri secara emosional dalam memenuhi batas waktu yang kita tetapkan. Misalnya, dalam sehari kita berencana menemukan 10 alternatif pemecahan sebuah masalah. Dengan kata lain, pada hari itu, kita wajib mendapatkan 10 gagasan, dan berjuang untuk menepati dan memenuhinya. Hal ini akan menjadi suatu dorongan yang sangat baik.
Menjadi sifat manusia untuk menunda-nunda penyelesaian masalah. Kalau bisa dikerjakan besok, mengapa harus sekarang? Begitulah pertanyaan retoris yang cenderung menghasilkan penundaan pemecahan masalah. Kita memang harus bersungguh-sungguh melibatkan diri secara emosional dalam memenuhi batas waktu yang kita tetapkan. Misalnya, dalam sehari kita berencana menemukan 10 alternatif pemecahan sebuah masalah. Dengan kata lain, pada hari itu, kita wajib mendapatkan 10 gagasan, dan berjuang untuk menepati dan memenuhinya. Hal ini akan menjadi suatu dorongan yang sangat baik.
Berikanlah kuota untuk diri sendiri. Tujuan mengembangkan aliran
gagasan adalah untuk membangun kapasitas atau kemampuan kita untuk
menghasilkan gagasan. Usahakan kuotanya lebih banyak dari gagasan yang
sebenarnya kita butuhkan. Bonus tambahan yang bakal diperoleh: kita
mungkin akan menemukan bahwa kualitas gagasan tersebut akan bertambah
baik sejalan dengan kuantitasnya.
Jika kita memiliki satu cara pemecahan masalah, dan ternyata gagal, maka masalah tak terpecahkan. Jika kita punya satu masalah, tetapi mempersiapkan alternatif 10 gagasan sebagai jalan keluar, maka peluang penuntasan masalah menjadi sangat besar. Modal kekayaan gagasan ini pun bisa menjadi investasi berharga bagi upaya pemecahan masalah lainnya yang sejenis.
Keempat, Menemukan Orisinalitas/Keaslian
Salah
satu sifat manusia kreatif adalah keingintahuannya yang tinggi. Dengan
bekal keingintahuan (curiosity) yang tinggi, maka peluang untuk
menemukan gagasan-gagasan baru sangat besar. Orang-orang seperti ini
selalu bertanya kepada diri sendiri dan orang lain: Mengapa hal itu
dibuat dengan cara seperti itu? Mengapa harus mengikuti prosedur ini?
Bagaimana kita dapat memperbaiki cara kita melakukan hal ini? Adakah
cara lain yang lebih baik? Bisakah kita menggunakan pendekatan teknologi
dalam hal ini? Charles Kettering menyebut cara ini dengan istilah
“menantang hal yang pasti secara sistematis”.
Sebuah karya kreatif adalah karya yang menunjukkan unsur kebaruan,
orisinalitas. Tak harus seratus persen, memang. Sebagian saja mengandung
orisinalitas sudah cukup. Yang terpenting selalu ada unsur kebaruannya
setiap kali suatu produk dihasilkan. Tidaklah gampang menemukan kebaruan
hingga seratus persen. Jika menunggu kebaruan sebesar itu, maka hasil
karya kita tak akan pernah selesai. Hakekatnya, terhadap setiap karya
yang dihasilkan, selalu ada peluang untuk perbaikan, penyempurnaan, atau
pembaharuan berikutnya.
Kelima, Memegang Fleksibilitas Kreatif
Fleksibilitas
kreatif diwujudkan ke dalam bentuk kesediaan untuk mempertimbangkan
beragam pendekatan terhadap suatu masalah. Sebagian besar merupakan
masalah sikap. Mentalitas yang menghambat biasanya datang dari diri
sendiri. Bentuknya mungkin sifat alamiah manusia yang enggan berubah.
Dengan berubah, mungkin rasa aman bakal hilang. Zona nyaman (comfort
zone) yang telah dinikmati dikhawatirkan bisa terkoyak. Tak ada
keberanian untuk berubah, mungkin karena alasan takut salah, dan
sebagainya.
Daripada dihantui keengganan berubah dengan bersikeras berpegang pada suatu cara atau gagasan tertentu, orang yang fleksibel mulai dengan prinsip bahwa apabila satu pemecahan tidak bekerja, dia selalu mendekati masalah tersebut dari sudut lain. Hal ini oleh Joseph G. Mason disebut sebagai “harapan kreatif” Maksudnya, orang kreatif selalu berharap bisa memecahkan masalah betapa pun banyak kegagalan yang dialami yang menunda pemecahannya untuk sementara waktu.
Demikianlah, industri kreatif Indonesia sangat membutuhkan sumber daya manusia yang kreatif. Usaha menumbuhkembangkannya merupakan proses yang berlangsung secara berkesinambungan. Semoga di negeri ini kian banyak insan-insan kreatif yang berkarya demi kemajuan bersama.
Sumber http://economist-suweca.blogspot.com/2012/01/empat-sifat-utama-manusia-kreatif.html
0 Komentar:
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)