Chapter 9: Mencatat Huruf

Sunday, 1 April 2012

Membendung air mata yang sedang jatuh ini, tidak mudah bagiku. Karena terlanjur mengelupas rasa sakit ini. Kau sungguh kejam dan tega. Oh mengapa engkau tega melakukan ini? Sebab pula telah patah temali yang terikat. Telah aus oleh waktu. Mungkin?

Karena terlalu banyak juga beban di kepala. Membujur sampah berserakan. Tak ada tempat penampungan atau pembuangan yang layak. Lama-lama membusuk juga kan? Hehe.. Ada banyak kisah yang harus diselesaikan di meja maya ini. Di ruang maya yang luas amat ini. Aku hanya membutuhkan sikap konsisten dalam melarikkan huruf perhuruf. Lalu kau dapat membacanya dengan mimik sedih atau tertawa. Sebab dunia ini begitu beku untuk digenggam sendirian.

Ini bukan pula akhir dari sebuah kisah. Kukira ini adalah sebuah permulaan. Permulaan tentang rindu pada seseorang atau semacamnya. Luka pedih yang ditabur garam, tawa riang karena mendapat tautan hati pada seorang gadis yang diinginkan. Atau mungkin yang lain. Terserah menilai saja. Sebab duniaku dengan duniamu tentu berbeda bukan? Berbagi resah atau rindu sangat menyenangkan kukira. Okelah mari kita tulis saja kenangan yang ada. Setiap peristiwa adalah jejak manis yang baik untuk diabadikan. Di ruang maya ini, manalagi?

Next jemari ini harus kebal kram untuk memulai lagi. 

Jakal km 14 Jogja, 01 April 2012

*) Ekohm Abiyasa

0 Komentar:

Post a Comment

Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.

Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas