Klise bisa datang dengan banyak bentuk, cara dan ukuran. Klise pada
tulisan yang melekat pada banyak prasa dan kalimat. Saya mencoba
mencatat kesalahan yang sering terjadi pada buku-buku yang pernah saya
baca. Semoga bermanfaat.
1. Klise “bawaan”
Masih ingat cerita yang biasa anda dengar ketika kecil? Beberapa bagian cerita mungkin menempel di bawah sadar anda.
Sebagai
contoh, berapa banyak buku yang dimulai dengan kalimat “pada suatu
hari” atau cerita tentang tokoh yang terbangun tiba-tiba karena dering
alarm? Tempelan klise yang seringkali tak disadari oleh penulis.
Memperlakukan bukaan cerita sama dengan bukaan hari. Awal cerita – tanpa
sadar – dianggap sebagai awal hari. Klise bukan?
Jika anda melakukan itu, jangan ulangi lagi. Klise.
2. Percakapan ala telepon
Klise “mematikan” yang lain adalah mengadaptasi gaya percakapan telepon pada percakapan cerita anda.
Coba bayangkan percakapan di bawah ini, adegan pertemuan dua orang teman.
“Halo Jon.” Sapa Amir.
“Halo, Mir.” Jawab Jono.
“Apa kabar?” Tanya Amir.
“Baik.” Jawab Jono
“Aku kangen.”
“Sama.”
Tidak indah bukan? Kalau anda masih melakukannya, segera ubah!
3. Detil yang menyiksa
Maksud
hati ingin memberikan gambaran yang baik, tapi justru membingungkan
pembaca. Percayalah kalau pembaca cukup cerdas untuk menggunakan
persepsi dan imajinasinya pada detil kecil yang tak perlu. Detil, jelas
berbeda dengan bertele-tele. Bagi pembaca, bukankah lebih baik membeli
novel 200 halaman yang padat daripada 400 halaman yang bertele-tele.
Prinsip dasar penulisan “show, don’t tell” berlaku di sini.
Di bawah ini adalah ilustrasi berangkatnya tokoh bernama Tono menuju kantor.
Tono
telah berpakaian dan segera menuju garasi. Dia mengambil kunci, membuka
pintu, menyalakan mesin, mengoper persneling dan segera menyusuri jalan
raya.
Anda bisa melihat bertele-telenya cerita di atas? Hanya 1 scen sederhana dan terasa menyiksa.
4. Detil yang berantakan
Perhatikan penggalan di bawah ini:
Tono
bangun lebih pagi, dia segera beranjak dari tempat tidur dan menata
rapi semuanya. Lalu dia mengambil handuk di jemuran dan segera menuju
kamar mandi. Bersenandung sambil menikmati pancuran air. Sabun yang
dipakainya adalah produk terkenal dari Eropa. Iklannya tayang di
televisi setiap hari dan papan reklamenya menghiasi jalan-jalan utama.
20 menit akhirnya Tono selesai mandi. Tono tersenyum merasakan segarnya
pagi.
Apa fokus dari penggalan di atas? Cerita tentang Tono yang sedang mandi jelas terganggu oleh detil sabun mandi.
Fokus!
Ada tambahan? Silakan anda tulis pada komen. Kita berbagi.
Artikel terkait, "show dont tell" dapat anda baca di sini...
Semoga bermanfaat.
Sumber disini
1 Komentar:
Untuk no. 3
Sebaiknya bagaimana dituliskan agar tepat dan benar?
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)