Saya sungguh dibuat merenung setelah membaca karya Andrias Harefa. Dalam buku yang berjudul Happy Writing: 50 Kiat Agar Bisa menulis dengan “Nyasyik”
( 2010 : 2-3), ia mengatakan bahwa menulis itu adalah pekerjaan tangan.
Alasannya, untuk menulis tidak diperlukan talenta khusus, sama seperti
orang yang belajar bersepeda atau berenang. Kedua kegiatan ini tak
membutuhkan talenta. Dikatakan, jika menulis adalah pekerjaan pikiran,
tentu diperlukan kecerdasan khusus untuk itu. “Yang diperlukan adalah
praktik berkelanjutan alias pembiasaan. Yang diperlukan adalah tangan
yang mengetik, mewujudkan gerakan gagasan menjadi sesuatu yang terbaca
…,” terangnya.
Sampai di situ saya juga belum memahami secara klop maksud Mas
Andrias Harefa. Bagi saya, menulis itu tetap merupakan pekerjaan tangan
sekaligus pekerjaan pikiran. Pekerjaan tangan, karena dia membutuhkan
pembiasaan, seperti penguasaan sebuah keterampilan pada umumnya.
Keterampilan menulis pun memerlukan latihan yang berkesinambungan untuk
menjadikannya kebiasaan sehingga lebih mudah dilakukan!
Tetapi, benarkah menulis itu semata-mata keterampilan? Tidakkah di situ
ada kemampuan berpikir yang berperan besar? Saya tak bisa membayangkan
orang bisa menulis tanpa gagasan, apalagi gagasan yang mendalam dan
bernas dengan mengandalkan keterampilan semata. Oleh karena itu, saya
lebih setuju kalau dinyatakan bahwa pekerjaan menulis itu adalah pekerjaan pikiran dan pekerjaan tangan yang bersinergi.
Ide-ide yang muncul dalam pikiran, ide-ide yang digagas dan diolah,
semuanya berlangsung di dalam pikiran. Mendapatkan ide, mengolah ide,
menyajikan ide secara runut adalah pekerjaan pikiran. Menuangkan ide
yang sudah ada di dalam pikiran ke atas kertas atau komputer, sebagian
besar termasuk pekerjaan tangan alias keterampilan.
Apapun pemahaman kita tentang pekerjaan tulis-menulis, apakah itu pekerjaan tangan atau pekerjaan menulis ansich, atau gabungan keduanya, yang terpenting: mari menulis. Siapa
tahu, Mas Andrias pun sesungguhnya hanya ingin memotivasi pembaca
bukunya untuk menulis dan menulis, tak peduli ada talenta atau tidak.
Salam menulis.
( I Ketut Suweca , 25 September 2011).
0 Komentar:
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)