Oleh: DR. Sulaiman Al-Kumayi, MA (Penasehat JPIN Pusat)
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang sangat fasih
berbicara, bahkan sampai dijuluki “singa podium”. Namun, ketika mereka
diminta menulis sebuah artikel saja, butuh berhari-hari bahkan
berbulan-bulan tulisan mereka tidak jadi-jadi juga. Di lain pihak, para
sarjana, bahkan dosen yang fasih berbicara di depan umum dan begitu
terobsesi ingin jadi penulis namun belum ada satu pun tulisannya
berhasil menembus kreteria layak muat. Kenapa?
Mungkin Anda sudah membaca beratus buku panduan tentang tulis-menulis
yang beredar di pasaran, namun ketika Anda mencoba mempraktikkan isi
panduan tersebut, Anda bengong sendiri dan tulisan Anda lagi-lagi tidak jadi.
Teori sekedar memberi petunjuk, tetapi prakteklah yang paling penting. Di sinilah orang sering
dihadapkan langsung dengan berbagai kendala, yang sekiranya kurang
gigih tentu akan surut lalu mengubur cita- citanya untuk jadi penulis.
Jika demikian, apakah untuk menjadi penulis itu sulit? Jawabnya bisa ya
bisa tidak. Meskipun begitu, Anda tidak boleh putus asa untuk menjadi
penulis. Saya sendiri memerlukan waktu bertahun-tahun untuk bisa menulis
dan akhirnya bisa menjadi penulis profesional.
Menurut penelitian Dr. Kazuo Murakami—yang kemudian dibukukannya, The Divine Code of Life: Awaken Your Genes & Discover Hidden Talents
(2006)—menyebutkan bahwa gen manusia dapat diubah jika manusia mau
mengubahnya. Gen-gen bermanfaat dapat dibangun dengan mengembangkan
berfikir positif, dan didukung oleh lingkungan yang kondusif. Ia juga
menambahkan, gempuran-gempuran informasi juga berpengaruh terhadap gen
kita. Jadi, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk mengatakan: “ayah saya
bukan seorang penulis, maka tidak mungkinlah saya menjadi penulis.”
Ketika seseorang memilih “menulis sebagai profesi”, maka pada saat
yang bersamaan haruslah ditanamkan dalam hati bahwa “anda adalah seorang
wirausaha.” Bedanya: bahan baku anda adalah ‘kata-kata’ yang harus
dikelola sedemikian rupa sehingga laku di pasar. Selain itu, yang harus
pula diingat oleh penulis pemula adalah bahwa setiap orang diciptakan
Tuhan dengan potensi luar biasa. Setiap makhluk-Nya mempunyai potensi
menjadi penulis-penulis hebat asalkan mau menggali potensi tersebut.
* * *
Di zaman Yunani Kuno, ayah Socrates terkenal sebagai pematung yang
ulung. Sang anak yang juga filosof terkemuka dunia itu, sempat bertanya
kepada ayahnya tentang keulungannya memahat patung batu singa.
“Bagaimana ayah bisa sedemikian hebat dalam memahat patung singa?” Sang
ayah menjawab, “Aku sebenarnya hanya mengeluarkan singa tersebut dari
penjara. Kupahat tahap demi tahap penjara singa tersebut sehingga ia
dapat keluar dengan bebas.”
Apa yang kita pahat? Yang kita pahat adalah “kata”. Ibarat sebuah batu cadas, kita harus mulai memahat step by step
disertai dengan kejelian, ketekunan, dan kesabaran luar biasa agar
hasilnya sangat memuaskan. Pemahatan yang dilakukan asal-asalan, dapat
dipastikan hasilnya jelek dan tidak indah dipandang mata. Boleh jadi,
pahatan Anda tidak lebih dari seonggok sampah batu yang tidak berharga
sama sekali.
La Rose, seorang penulis wanita yang produktif ketika ditanya berapa
waktu yang diperlukannya dalam merampungkan satu artikel, dengan mantap
menukas: puluhan tahun! Menurutnya kemampuan yang dimilikinya sekarang
merupakan kelanjutan dari proses puluhan tahun silam. Di awal karirnya,
seperti halnya penulis lain, tidak sedikit tulisannya berakhir di tong
sampah redaksi. Tetapi ia tidak putus asa, dan terus mencoba memperbaiki
gaya kepenulisannya. Akhirnya kegigihan tersebut membuahkan hasil.
Bahkan kemudian banyak perusahaan penerbit yang ingin merekrutnya.*
Sumber http://blogjpin.wordpress.com/2012/08/31/menulis-itu-memahat-kata/
0 Komentar:
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)