Bagaimana membuat tulisan yang berkarakter? Bagaimana membuat tulisan
yang bisa membuat pembaca terhanyut ketika membacanya? Bagaimana
memuculkan ide menulis? Trus, bagaimana kalau tulisan kita ditolak oleh penerbit?
Itulah beberapa pertanyaan dari sekian pertanyaan yang mengemuka saat
diskusi kepenulisan “Menggores Pena, Menebar Karya” yang diadakan dalam
rangka launching Jaringan Pena Ilma Nafia (JPIN) Cabang Grobogan, Jawa
Tengah, yang digelar pada Minggu (19/9/2012) di aula Lt. 2 Sanggar
Pramuka, Jl. Bhayangkara No. 05 Purwodadi.
Dengan tangkas, kedua pembicara yang dihadirkan dalam diskusi
tersebut, yakni DR. Sulaiman Al-Kumayi, MA (penulis buku dan dosen IAIN
Walisongo Semarang) dan Badiatul Muchlisin Asti (penulis buku dan Ketua Umum JPIN Pusat) menjawabnya.
“Awal-awal menulis,” begitu kata DR. Sulaiman, “Boleh sekali kita
mencari karakter dengan meniru tulisan-tulisan dari para penulis senior.
Di awal-awal menulis saya juga banyak terinspirasi dari
tulisan-tulisan para penulis besar seperti Quraisy Shihah, Emha Ainun
Najib, Nurcholis Majid, dan sebagainya. Pada akhirnya nanti kita akan
menemukan karakter tulisan kita sendiri,” lanjutnya.
Badiatul Muchlisin Asti menambahkan, yang diharamkan dalam dunia kepenulisan adalah plagiarisme alias menjiplak karya penulis lain. Sedang epigon
atau meniru karya penulis lain, diperbolehkan. “Sama dengan pak
Sulaiman, di awal-awal menulis saya juga berguru menulis dengan
penulis-penulis senior seperti Quriasy Shihab, Jalaludin Rakhmat, dan
sebagainya, melalui tulisan-tulisan mereka, ” tuturnya.
“Prinsipnya, berjalanlah, nanti pasti akan bertemu jalan di tengah
jalan. Seiring berjalannya waktu, nanti seorang penulis akan menemukan
karakter tulisannya sendiri,” tutur penggagas JPIN ini.
Menulis dengan Sepenuh Hati
Soal bagaimana membuat tulisan yang bisa membuat pembaca seolah-olah
merasakan apa yang penulis rasakan, Badiatul Muchlisin Asti punya
beberapa kiat. Antara lain yang paling mendasar adalah menulislah dengan sepenuh perasaan. Tulisan-tulisan yang lahir dari hati, akan menyentuh hati juga.
“Laskar Pelangi dan Ayat Ayat Cinta adalah contoh karya yang ditulis dengan sepenuh perasaan. Keduanya lahir dari apa yang saya sebut sebagai energi kerinduan, yang dituangkan dalam sebuah tulisan. Laskar Pelangi lahir dari kerinduan penulisnya pada sosok Ibu Muslimah dan kawan-kawan masa kecilnya. Sedang Ayat Ayat Cinta
lahir dari kerinduan penulisnya pada kota tempat ia menimba ilmu yakni
di Kairo, Mesir. Hasilnya, tulisan itu sangat menyentuh dan
menggetarkan,” tuturnya.
Tentang bagaimana memunculkan ide menulis, DR. Sulaiman menyatakan,
ide bisa didapatkan di mana-mana. Dan ide bisa datang setiap saat.
“Karena itu saya selalu membiasakan membawa buku kecil dan pena ke
manapun saya pergi untuk menuliskan ide-ide yang saya dapatkan,”
tuturnya.
Sementara Badiatul Muchlisin Asti menyatakan, tidak punya ide adalah
problem lazim penulis pemula. Menurutnya, itu karena “sistem menulis”
dalam otak seseorang belum bekerja. Kalau sistem itu sudah bekerja, maka
ia akan mudah mendapatkan ide, bahkan ia akan kebanjiran ide.
Ia mencontohkan seorang pebisnis MLM. “Seorang pebisnis MLM akan
memiliki, sebut saja ‘sistem MLM’ dalam otaknya. Maka, setiap bertemu
orang bawaannya ingin memprospek orang itu untuk ikut jadi member
MLM-nya. “Begitu juga penulis, kalau ‘sistem menulis’ dalam otaknya
sudah bekerja, ia akan mudah menemukan ide-ide dari hal-hal yang tak
pernah terpikirkan sebelumnya oleh orang yang bukan penulis,” tuturnya.
“KUHP” = Kitab Undang-undang Hukum Penulisan
Acara diskusi berlangsung segar, penuh inspirasi dan motivasi. Namun
pembicara menyampaikan materi secara santai, sesekali berapi-api,
sesekali juga diselingi guyonan-guyonan yang menjadikan peserta ketawa.
DR. Sulaiman Al-Kumayi menyatakan, untuk menjadi seorang penulis, dibutuhkan kesungguhan, keuletan, dan ketekunan. Ibarat seorang pemahat, seorang penulis adalah pemahat kata-kata. Bila ingin kualitas pahatannya bagus, ia harus memahat dengan sepenuh kesungguhan.
Sementara itu Badiatul Muchlisin Asti menyatakan, kemampuan menulis
tidak begitu saja turun dari langit. Ia harus melalui proses pelatihan
yang terus-menerus. Karena itu, yang dibutuhkan adalah semangat pantang
menyerah dan tidak mudah putus asa bila misalnya tulisa-tulisannya
banyak yang ditoalk media.
Badiatul lalu menyebutkan kiat bagi penulis pemula agar tidak mudah
putus asa bila tulisannya yang dikirim ke media atau penerbit ditolak
alias tidak dimuat. Bila ditolak media atau penerbit, lanjutnya, seorang
penulis pemula harus ingat undang-undang “KUHP” alias Kitab
Undang-undang Hukum Penulisan ini. Pasal “KUHP” itu sendiri terdiri dari
2 pasal, yakni:
Pasal 1 “Tugas penulis adalah menulis”
Pasal 2 “Tugas penerbit adalah menerbitkan karya penulis”
“Maka bila tulisan yang dikirim ditolak alias tidak dimuat, seorang
penulis harus kembali mengingat pasal 1, bahwa tugas seorang penulis
adalah menulis. Urusan dimuat atau diterbitkan itu urusan media atau
penerbit sebagaimana pasal 2,” tuturnya yang disambut ketawa para
peserta.
2 Komentar:
ah.. sangat menginspirasi..
Terima kasih kunjungan Anda
^^
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)