Menyelami Empat Periode Filsafat China

Sunday 21 October 2012

Majalah Sagang Edisi : 142

Oleh Adryan Yahya 

Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat China, yakni harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga. Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan pluralitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Kemudian, perikemanusiaan.

Pemikiran China lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat. Manusia-lah yang selalu merupakan pusat filsafat China. Ketika kebudayaan Yunani masih berpendapat bahwa manusia dan dewadewa semua dikuasai oleh suatu nasib buta “Moira”, dan ketika kebudayaan India masih mengajar bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di China sudah diajarkan bahwa manusia sendiri dapat menentukan nasibnya dan tujuannya. Filsafat China dibagi atas empat periode besar:

1. Zaman Klasik (600-200 S.M.)

Menurut tradisi, periode ini ditandai oleh seratus sekolah filsafat: seratus aliran yang semuanya mempunyai ajaran yang berbeda. Namun, kelihatan juga sejumlah konsep yang dipentingkan secara umum, misalnya “tao” (jalan), “te” (keutamaan atau seni hidup), “yen” (perikemanusiaan), “I” (keadilan), “t’ien” (surga) dan “yinyang” (harmoni kedua prinsip induk, prinsip aktif-laki-laki dan prinsip pasif-perempuan).

Konfusianisme

Konfusius (bentuk Latin dari nama Kong-Fu-Tse, “guru dari suku Kung”) hidup antara 551 dan 497 S.M. Ia mengajar bahwa Tao (jalan sebagai prinsip utama dari kenyataan) adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilah yang dapat menjadikan Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan yang dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui “yen” (perikemanusiaan) yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang sama walaupun tindakan mereka berbeda.

Taoisme

Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (guru tua) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih-lebih etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di India (ajaran “neti”, “na-itu”: “tidak begitu”) dan dalam filsafat Barat––di mana kesadaran ini disebut––docta ignorantia (ketidaktahuan yang berilmu).

Yin-Yang

“Yin” dan “Yang” adalah dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api, dan laki-laki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin tertentu dan derajat Yang tertentu.

Maoisme
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik sebagai sesuatu yang tidak berguna, maka jelek

Ming Chia

Ming Chia atau (sekolah nama-nama), menyibukkan diri dengan analisis istilah-istilah dan perkataan-perkataan. Ming Chia, yang juga disebut “sekolah dialektik”, dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran mereka penting sebagai analisis dan kritik yang mempertajam perhatian untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang memperkembangkan logika dan tatabahasa. Selain itu dalam Ming Chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal seperti eksistensi, relativitas, kausalitas, ruang dan waktu.

Fa Chia

Fa Chia atau “sekolah hukum”, cukup berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum tidak berpikir tentang manusia, surga atau dunia, melainkan tentang soal-soal praktis dan politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus mulai dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu sistem undang-undang yang keras sekali. Tentang keenam sekolah klasik tersebut, kadang-kadang dikatakan bahwa mereka berasal dari keenam golongan dalam masyarakat Cina. Berturut-turut:

1. kaum ilmuwan
2. rahib-rahib
3. okkultisme (dari ahliahli magi)
4. kasta ksatria
5. para pendebat, dan
6. ahli-ahli politik.

2. Jaman Neo-Taoisme dan Buddhisme (200 S.M.-1000 M.)


Bersama dengan perkembangan Buddhisme di China, konsep Tao mendapat arti baru. Tao sekarang dibandingkan dengan “Nirwana” dari ajaranBuddha, yaitu “transendensi di seberang segala nama dan konsep” (di seberang adanya).

3. Jaman Neo-Konfusianisme (1000-1900)

Dari tahun 1000 M. Konfusianisme klasik kembali menjadi ajaran filsafat terpenting. Buddhisme ternyata memuat unsur-unsur yang bertentangan dengan corak berpikir China. Kepentingan dunia ini, kepentingan hidup berkeluarga dan kemakmuran material, yang merupakan nilai-nilai tradisional di China, sema sekali dilalaikan, bahkan disangkal dalam Buddhisme, sehingga ajaran ini oleh orang dianggap sebagai sesuatu yang sama sekali asing. 

4. Jaman Modern (setelah 1900)
Sejarah modern mulai di China sekitar tahun 1900. Pada permulaaan abad kedua puluh pengaruh filsafat Barat cukup besar. Banyak tulisan pemikir-pemikir Barat diterjemahkan ke dalam bahasa Cina. Aliran filsafat yang terpopuler adalah pragmatisme, jenis filsafat yang lahir di Amerika Serikat. Setelah pengaruh Barat ini mulailah suatu reaksi, kecenderungan kembali ke tradisi pribumi. Terutama sejak 1950, filsafat China dikuasai pemikiran Marx, Lenin dan Mao Tse Tung. Inilah sejarah perkembangan filsafat China, yang merupakan filsafat Timur. Yang termasuk kepada filsafat Barat misalnya filsafat Yunani, filsafat Helenisme, “filsafat Kristiani”, filsafat Islam, filsafat jaman renaissance, jaman modern dan masa kini.

Referensi
- Erdino Ferdinan. (2000). Sejarah perkembangan filsafat China
- Clara Eka Yuliani. (1999). Empat periode besar filsafat China
- Jhon Anthonius. (2001). Filsafat Barat

BIOGRAFI PENULIS
Adryan Yahya adalah nama pena, kelahiran Rengat Kab. Indragiri Hulu Riau, 25 Agustus 1988. Penulis adalah anak ke 4 dari 4 bersaudara. Pernah meraih beberapa penghargaan perlombaan diantaranya: Juara II Karikatur Kampus Kita FDIK UIN Suska Riau (2010), Juara II Lomba Cerpen Nasional (Lips Ice Selsun Golden Award) PT. Rohto Laboratories Jakarta (2009), Juara I lomba cerpen tingkat mahasiswa-umum se-Riau Unversitas Lancang Kuning (Unilak) (2009), Juara III lomba cerpen Bahana Mahasiswa Universitas Riau (2009), Juara III lomba cerpen remaja Balai Bahasa Riau (2009), Juara I sayembara menulis cerpen islami Buletin Ar-Royyan, Universitas Riau (2008), Juara II lomba resensi buku tingkat mahasiswa Perpustakaan Soeman HS Pekanbaru (2008), nominasi pemenang penghargaan sayembara novel Ganti Award ke IV se-Riau dengan novel “Metafora dan Alegori”(2008), Juara II lomba karya tulis ilmiah Forum Komunikasi Pemuda Remaja Masjid dan Mushalla (FKPRMM) Pekanbaru (2007), Juara I lomba menulis cerpen islami KAMMI UIN Suska Riau (2007), Juara I lomba karya tulis memperingati hari ibu FS. Nuri UIN Suska Riau (2007), Juara III sayembara penulisan cerita pusaka BM. Syam Award, yang diselenggarakan oleh Yayasan Bandar Serai bekerja sama dengan Cecom Riau (2006), Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau. Tulisannya menyebar di beberapa media lokal dan nasional seperti; Riau Pos, Riau Mandiri, Metro Riau, Tribune Pekanbaru, Majalah Sangang, Expresi, Gagasan, Bahana Mahasiswa, Majalah Sabili, Annida, Majalah Say, dll. Selain menulis, ia juga hobi melukis, membuat ilustrasi dan kaligrafi. Bergiat di Forum Lingkar Pena (FLP) Pekanbaru. Email: ijaziahmad@yahoo.co.id

Sumber http://www.sagangonline.com/index.php?sg=full&id=549&kat=52

0 Komentar:

Post a Comment

Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.

Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas