Dari para penulis sukses kita belajar betapa
pentingnya menjaga konsistensi dalam penulisan. Konsistensi ini sangat
menentukan keberhasilan seseorang berkarier dalam dunia tulis-menulis.
Kendati banyak orang yang paham betapa pentingnya konsistensi dalam
penulisan, tapi tak banyak yang berhasil mempertahankannya. Banyak
kendala dalam perjalanan menyebabkan sang calon penulis sukses urung
melanjutkan langkahnya. Dia memilih untuk berhenti karena merasa
melakukan sesuatu yang sia-sia, bahkan merasa tidak berbakat sama
sekali.
Begitulah kisah para calon penulis yang memilih off daripada
melanjutkan mengayuh dayung mencapai pulau tujuan: menjadi penulis yang
berhasil. Sebenarnya manusiawi saja kalau orang membatalkan niatnya
untuk menjadi penulis, toh masih ada banyak profesi lain yang
bisa digeluti dan cukup menjanjikan. Akan tetapi, bagaimana jika tarikan
keinginan untuk menulis itu selalu datang dan memanggil-manggilnya
untuk kembali menulis? Tapi, apa daya, tarikan itu tak mampu
menggoyahkan niatnya untuk kembali. Ia suntuk dengan profesi lain,
padahal ruh-jiwanya ada pada dunia penulisan.
Persoalan yang acapkali menjadi kendala dalam
penulisan adalah kehilangan semangat menulis saat menempuh perjalanan
panjang yang melelahkan. Dalam perjalanan itu, godaan untuk pergi dari
dunia penulisan selalu saja ada. Godaan untuk lepas dari komitmen untuk
menjadi penulis bisa hadir kapan saja. Bagi sebagian orang, akan memilih
keluar saja dan mengikuti niat atau profesi barunya itu. Bagi sebagian
lain, memilih tidak mempedulikan godaan itu. Ia tetap konsisten menulis
karena ia menanamkan komitmen untuk menjadi penulis yang berhasil
kelak.
Nah, beberapa hal yang bisa menyemangati kita
untuk menjaga dan merawat semangat menulis, diantaranya, pertama,
jadikan pekerjaan menulis sebagai arena pengabdian. Dengan menjadikannya
sebagai arena pengabdian, maka kita akan lebih kuat bertahan dari
godaan untuk keluar dalam lingkaran penulisan. Kedua, jadikan menulis
sebagai wujud ibadah. Orang memilih banyak cara untuk beribadah dengan
menekuni bermacam-macam kegiatan. Kita yang suka menulis, seyogianya
menjadikan kegiatan menulis sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan, wujud
amal-bakti dan sebagai bukti bakti kita kepada Tuhan dan sesama.
Ketiga, jadikan kegiatan menulis sebagai
medan perjuangan untuk mencapai visi hidup. Misalkan, visi hidup kita
adalah untuk turut mencerdaskan masyarakat Indonesia, maka patri-lah
visi itu di dalam benak dan wujudkan ke dalam karya nyata. Misalkan,
visi hidup kita adalah untuk menjadi penulis profesional, ukir-lah itu
di dalam hati dan segera membuatnya menjadi kenyataan. Ini tantangan!
Beranikah kita menyambutnya?
Salam menulis.
( I Ketut Suweca, 1 April 2012).
0 Komentar:
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)