Para penulis senior mengingatkan kita betapa pentingnya editing atau pengeditan naskah. Sebelum sebuah tulisan dikirim ke redaksi media cetak atau media online,
pengeditan tak boleh ditinggalkan. Jika tak dilakukan, maka kemungkinan
besar naskah yang terkirim masih banyak kesalahannya. Pengeditan
merupakan finishing process dalam mengerjakan sebuah karya tulis.
Pengeditan pada umumnya dipilah menjadi dua, yakni pengeditan pada aspek kebahasaan dan pengeditan aspek logika.
Aspek kebahasaan dimaksudkan adalah yang terkait dengan pemakaian
bahasa tulis, seperti tanda baca, diksi, ejaan, dan sebagainya.
Selanjutnya, aspek logika meliputi penalaran, koherensi
(keterkaitan/keterpaduan), sistematika isi, termasuk memperbaiki
kesalahan pada data, nama, dan alamat. Sebuah karya tulis yang baik,
bukan hanya bahasanya yang harus baik dan benar, bahkan isinya pun mesti
logis, runut, dan mengandung kejujuran.
Setelah
selesai diketik untuk pertama kalinya sebuah naskah akan melalui proses
editing sebagaimana disebutkan di atas. Usai pengeditan tahap pertama,
sebaiknya naskah dibiarkan dulu beberapa waktu. Kita bisa beralih
mengerjakan tugas lain yang tak ada hubungannya dengan naskah tersebut.
Ini dimaksudkan agar pikiran kita segar kembali. Ketika melihat naskah itu kemudian, kita bisa mengoreksi dengan lebih cermat, mampu melihat dengan jelas kesalahan yang mungkin masih ada. Untuk naskah yang akan dikirim ke media cetak atau koran sangat dianjurkan untuk menyimpannya minimal selama sehari sebelum diperiksa sekali lagi menjelang dikirim.
Bertautan dengan ini, saya mempunyai kebiasaan meminta bantuan anak untuk membaca naskah saya secara cermat sebelum mengirim ke media cetak. Anak saya yang kelas XII SMA akan membacanya dari awal hingga akhir. Yang diperhatikannya terutama
yang berkaitan dengan kesalahan ketik, irama tulisan, dan kemudahan
dalam memahami isi. Kalau dia mengatakan “sudah cukup” atau “sudah
bagus”, maka saya segera mempublikasikannya. Kalau dalam pengeditan itu,
dia masih belum mengerti dengan apa yang dimaksudkan dalam teks, maka
saya mesti memperbaiki naskah tadi. Itu bisa berarti ada kata-kata sulit
yang mesti dicarikan padanannya dalam bahasa yang lebih sederhana. Anak
saya seringfkali menjadi editor naskah saya.
Saya membayangkan pembaca naskah itu rata-rata berpendidikan
SMA. Maka, bahasa yang saya pakai sesuai dengan tingkatan pendidikan
pembaca. Kalau anak saya yang siswa SMA sudah bisa paham, maka pembaca
pun saya yakin akan mengerti.
Salam menulis.
( I Ketut Suweca , 24 Oktober 2011).
0 Komentar:
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)