Karya sastra dapat berfungsi sebagai media alternatif yang dapat
menghubungkan kehidupan manusia masa lampau, masa kini, masa
yang akan datang, juga dapat berfungsi sebagai bahan informasi
masa lalu yang berguna dalam upaya merancang peradaban manusia
ke arah kehidupan yang lebih baik dan bergairah di masa depan.
Dalam tulisan Rapi Tang (2007:4) Wellek dan Warren
mengemukakan bahwa dalam aliran kritik Hegel dan Taine,
kebesaran sejarah dan sosial karya sastra adalah “dokumen karena
merupakan monumen” (document because they are monument).
Sastra pada hakikatnya berkaitan dengan berbagai cabang ilmu. Hakikat
sastra ini dapat kita jelaskan dari sudut pengarang, pembaca,
atau dari sudut karya sastra itu sendiri. Seorang sastrawan yang
akanmencipta sastra sangatlahdituntut memiliki kompetensi bahasa. Hal
inilah yang memungkinkan ide, gagasan, atau perasaan yang akan
diungkapkan dapat disampaikan. Kompetensi dimaksud bukan hanya sekadar
mengetahui kaidah-kaidah yang berlaku atau memahami sistem yang ada pada
suatu bahasa. Sastrawan dituntut lebih dari itu. Sastrawan sangat
dituntut mampu mengolah bahasa yang akan digunakannya itu secara kreatif
sehingga menimbulkan daya pesona bagi pembacanya. Selain itu, ide atau
gagasan dan juga perasaan yang akan diungkapkan itu merupakan pengalaman
batin sastrawan yang telah melalui proses yang melibatkan berbagai
pengetahuan yang dimiliki dan menghendaki pula wawasan yang luas.
Relevansi karya sastra dengan berbagai aspek kemanusiaan atau
kemasyarakatan, memberi peranan yang cukup penting sebagai suatu
lembaga atau institusi yang dapat dijadikan acuan dalam
memahami gejala sosial yang pernah dan atau sedang berkembang
pada suatu etnis atau suatu bangsa.
Pembelajaran sastra tidak terlepas dari kegiatan pendidikan.
Pembelajaran lebih menekankan pada usaha perpindahan atau
pengawasan pengetahuan, kecakapan dan pembinaan keterampilan
kepada mahasiswa serta dapat mengetahui lingkungan kebudayaan.
Sedangkan pendidikan lebih menekankan usaha pembentukan
nilai-nilai hidup, sikap norma-norma, dan pribadi mahasiswa.
Setiap perilaku tersebut tidak terlepas dari usaha pembentukan
pribadi individu. Pembelajaran sastra bertujuan untuk membina
apresiasi sastra, mahasiswa dapat lebih kreatif, yaitu membina
agar memiliki kesanggupan untuk memahami, menikmati dan
menghargai suatu karya sastra.
Pembinaan apresiasi sastra dan pembelajaran sastra melalui usaha
mendekatkan kepada sastra yakni, menumbuhkan rasa peka, dan
rasa cinta kepada sastra dan menumbuhkan minat baca mahasiswa
terhadap karya sastra. Dengan usaha ini diharapkan pembelajaran
sastra dapat membantu menumbuhkan aspek kejiwaan, sehingga
terbentuk suatu pertumbuhan pribadi yang utuh.
Pembaca memiliki kebebasan memberikan makna atau arti sebuah karya
sastra. Setiap orang (pembaca) dapat memberikan makna, arti, dan respon
terhadap karya sastra yang dibaca atau dinikmatinya. Makna dan arti
karya itu dikaitkan dengan pengalaman batin pembaca, pengalaman hidup
pembaca, dari situlah makna dibangun. Dengan demikian terjadilah
keberanekaragaman makna dari setiap karya sastra.Teori ini dipopulerkan
di Indonesia oleh Prof. Umar Yunus.
Pembelajaran apresiasi puisi sebagai bagian dari pembelajaran
apresiasi sastra mempunyai salah satu tujuan agar mahasiswa mampu
memahami puisi yang dibacanya. Untuk memahami dengan baik,
diperlukan pembelajaran apresiasi puisi yang baik pula, yaitu
pembelajaran yang memperhatikan konsep dasar pengajaran apresiasi
sastra.
Pembelajaran puisi, sungguh akan dapat memberi warna bagi perkembangan
mental mahasiswa ke arah yang lebih positif. Sebuah keniscayaan, kalau
materi pembelajaran Bahasa Indonesia (terutama pembelajaran sastra)
tentulah memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan materi
pelajaran lain. Materi pembelajaran sastra (puisi) harus hadir
sebagai pembelajaran yang tidak saja sebagai ladang ilmu
pengetahuan, namun lebih dari itu harus hadir untuk dinikmati
bersama-sama oleh dosen dan mahasiswa.
Pembelajaran puisi bukan sekadar pembelajaran yang diselaraskan dengan
kemampuan mahasiswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan matematis yang
diajukan dosen.Pembelajaran puisi (juga), sebuah proses pematangan
diri mahasiswa yang hasilnya akan diperoleh dalam sebuah proses yang
panjang. Proses ketika mahasiswa melakoni kehidupannya yang akan banyak
memiliki hubungan simetris dengan peristiwa-peristiwa yang dihadirkan
dalam (pembelajaran) puisi, bukan sekadar pembelajaran. Dosen harus
mampu menghadirkan proses pembelajaran yang menyenangkan. Ini tentu saja
sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, seperti yang
termaktub pada Pasal 40 ayat 2 yang menyatakan, seorang pendidik dan
tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, inovatif, kreatif, dinamis dan dialogis.
Pembelajaran puisi juga harus diselaraskan antara pembelajaran yang
menghasilkan kemampuan mahasiswa dalam menguasai konsep-konsep dasar
puisi dengan kompetensi komunikatif mahasiswa secara praktis tentang
puisi. Kalau ditarik benang merah, porsi untuk kemampuan praktis
mahasiswa harus menjadi prioritas.
Baedhowi (2008: 8) menjelaskan bahwa pendidikan sastra memupuk
kecerdasan mahasiswa hampir dalam semua aspek. Peran dosen berada
di garis depan dalam pembelajaran sastra. Melalui apresiasi
sastra mahasiswa dapat mempertajam perasaan, penalaran, daya
khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan
lingkungan hidup, kecerdasan intelektual (IQ) dapat dilatih.
Latihan dilakukan dengan mencari unsur-unsur yang ada dalam
karya sastra.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa
pendidikan sastra membawa mahasiswa cerdas secara IQ, EQ, maupun
SQ, artinya pendidikan sastra membawa mahasiswa pintar,
terampil, dan jujur terhadap pribadinya, dengan gaya bahasa yang
indah dan liku-liku kehidupan yang beragam pengarang, yang
telah menciptakan karya sastra.
Sumber:
Baedhowi. “Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan”. Makalah disajikan
dalam Kongres IX Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Depdiknas. Jakarta 28
Oktober - 1 November 2008.
Departemen Pendidikan Nasional. 1997. Pengajaran Apresiasi Sastra. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendiikan Dasar dan Menengah.
Rapi Tang, Muhammad. 2007. Pendekatan dalam Sosiologi Sastra dan
Penerapannya Umar Yunus: Panduan Teori Sastra. Makassar: Program
Pascasarjana, Universitas Negeri Makassar.
Link: http://jaririndu.blogspot.com/2014/12/pembelajaran-apresiasi-puisi.html
Twitter + Facebook
Ruang Arsip
-
►
2015
(26)
- April 2015 (6)
- March 2015 (8)
- February 2015 (8)
- January 2015 (4)
-
▼
2014
(93)
- December 2014 (2)
- October 2014 (4)
- September 2014 (1)
- August 2014 (6)
- July 2014 (9)
- June 2014 (7)
- May 2014 (4)
- April 2014 (15)
- March 2014 (6)
- February 2014 (13)
- January 2014 (26)
-
►
2013
(126)
- December 2013 (8)
- November 2013 (4)
- October 2013 (11)
- September 2013 (7)
- August 2013 (6)
- July 2013 (12)
- June 2013 (32)
- May 2013 (19)
- April 2013 (2)
- March 2013 (13)
- February 2013 (4)
- January 2013 (8)
-
►
2012
(294)
- December 2012 (18)
- November 2012 (48)
- October 2012 (117)
- September 2012 (2)
- August 2012 (1)
- July 2012 (1)
- June 2012 (3)
- May 2012 (5)
- April 2012 (42)
- March 2012 (24)
- February 2012 (5)
- January 2012 (28)
-
►
2011
(18)
- December 2011 (5)
- November 2011 (2)
- October 2011 (7)
- September 2011 (2)
- May 2011 (2)
-
►
2010
(2)
- October 2010 (2)
-
►
2009
(9)
- December 2009 (1)
- May 2009 (1)
- March 2009 (5)
- January 2009 (2)
-
►
2008
(5)
- September 2008 (1)
- August 2008 (2)
- February 2008 (2)
-
►
2007
(4)
- December 2007 (4)
Ruang Sunyi
Ruang Pengunjung
Translate
Pembelajaran Apresiasi Puisi
Wednesday, 31 December 2014Diposkan oleh Unknown di 12/31/2014 05:37:00 pm
Label puisi, tentang puisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Komentar:
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)