Judul :
Kepada Apakah (Sebuah Novel)
Penulis : Afrizal Malna
Penerbit : Motion Publishing, Jakarta.
Tangggal Terbit : 14 Februari 2014
Jumlah Halaman : viii + 302 halaman
Penulis : Afrizal Malna
Penerbit : Motion Publishing, Jakarta.
Tangggal Terbit : 14 Februari 2014
Jumlah Halaman : viii + 302 halaman
Afrizal
Malna barangkali lebih produktif menulis puisi. Namun, ketika novelnya muncul,
tak pelak kita harus melihatnya dengan saksama. Setelah meluncurkan Lubang
dari Separuh Langit (2005), tahun
ini
Aftizal menghadirkan novel kedua
dengan judul yang mengernyitkan dahi; Kepada
Apakah.
Menghadapi judul novel ini, saya
seolah-olah ‘diminta’ untuk mencari tahu apakah apa yang dimaksudkan sekaligus diminta untuk terbuka pada
segala kemungkinan yang diberikan. Apakah dalam Kepada Apakah bisa merujuk ke sesuatu
namun bisa juga merujuk ke apa pun. Tetapi kecintaan saya timbul pada tokoh Ram. Pada sosok
Ram kita akan menemukan tiga sosok manusia sekaligus yang menyatu. Katakalah
manusia modern nan eksistensil yang berusaha ke luar dari dunianya yang khaos.
Manusia Modern
Malna membuka novelnya dengan tokoh Ram, seorang
mahasiswa filsafat, yang dihantui pertanyaan dari dosennya, “apakah yang anda
ketahui tentang apakah?” Berada di ruangan sang
dosen itu,
Ram menjelma pesakitan kesadaran
yang hendak diperiksa. Ram
menggambarkannya sebagai, “pertanyaan
yang mengosongkan seluruh pikiran. Membiarkan bahasa seperti sebuah bangunan
yang berlepasan.” Setelah kejadian itu, Ram terbangun dan mendapatkan dirinya berada di
dua tempat yang berbeda; sebuah pantai (hlm. 17) dan kebun nangka (hlm. 231). Selebihnya, perjalanan Ram, yang bagaikan flaneur,
terus dihinggapi pertanyaan ini.
Pikiran adalah hal utama yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Era
modern ditandai dengan pengakuan akan kesadaran manusia yang ditempatkan pada posisi
pertama. Kredo Rene Descartes jelas menunjukan itu; cogito ergo sum (aku
berpikir maka aku ada). Dengan merefleksikan pertanyaan tentang apakah, Ram
berada pada titik ini.
Ram pun menyangkal identitas
dirinya untuk mejawabi perihal apakah. Ini
pun salah satu ciri khas manusia modern. Demi hidup dalam dunia modern dengan kapitalisme sebagai sistemnya, manusia
harus kehilangan dirinya. Adorno dan Horkheimer (1997) mencontohkan
Odissyeus
yang menyangkal dirinya ketika berhadapan dengan Poliphemus sebagai ciri khas manusia modern.
Pelancong Eksistensialis
dan Uebermensch
Manusia modern Ram adalah juga seorang pelancong secara real mau pun
historis imajinatif. Ram di dalam kepalanya melompat
ke abad pencerahan Eropa, ke masa kolonialisme Indonesia, masa Majapahit, Orde
Baru dan banyak hal lagi. Ram melanglang buana ke Bandung, Madiun, Maluku, dan
beberapa tempat lainnya. Namun Ram
adalah pelancong yang asik dengan isi
kepalanya.
Asyik dengan isi kepala nampak pula ketika Ram
berhubungan dengan tokoh lainnya. Ram berada di tengah manusia lain tetapi
sebenarnya tengah duduk sendirian di dalam ceruk kepalanya. Kita menemukan
aroma eksistensial dalam diri Ram. Manusia
lain hadir hanya sebagai pelengkap atas diriku.
Dalam
keasyikan dengan isi kepala, Ram kerap menggunakan metafora “berjalan di atas
tambang tipis”. Metafora “tambang
tipis” ini pun
dipakai orang-orang di sekitarnya
untuk menggambarkan Ram.
Ketika ia selesai terlibat dalam sebuah pertunjukan teater, orang-orang
memujinya demikian, “kamu
seperti berjalan di atas tambang tipis yang menghubungkan dua tebing antara
kejahatan dan keharuan”.
Berjalan di atas seutas
tambang mengandaikan sebuah keadaan yang berbahaya. Jika jatuh, dua pilihan tak mengenakan menunggunya.
Untuk itu, sang peniti tambang mestilah
punya kemampuan yang mumpuni. Jadi, Ram mau dan tak
mau punya kemampuan itu. Maka tak heran, antara yang nyata dan yang tak nyata,
antara mimpi dan realitas, di dalam sebagian
besar novel ini seakan-akan tak ada batas, melebur,
bercampur aduk, dan cukup sulit untuk kita bedakan.
Adalah Friedrich Nietzsche kerap menggunakan metafora
meniti seutas tambang. Nietzsche
punya konsep tentang manusia yang bermentalitas uebermensch (manusia
yang melampaui). Manusia uebermensch mampu
melewati tambang tampa jatuh ke dalam jurang, ke dalam dua kondisi yang bertolak belakang.
Manusia uebermensch berada atau hidup dalam sebuah realitas yang khaos, namun di atas tambang ia menciptakan
kosmos. Ia selalu berada dalam kemenentuan meski pun dunia yang didiaminya adalah
dunia yang tak menentu.
Manusia Ekonomi(?)
Di
sini, kita sampai pada tiga
tipe manusia yang berkelindan bersama dalam diri tokoh
Ram.
Jelas, Ram adalah manusia modern yang digugat dan menggugat
isi kepalanya sendiri. Ram juga adalah sosok eksistensialis yang lebih berkutat
pada kediriannya; kesosialan
hanya sebagai pelengkap. Selain itu kita pun menemukan Ram
yang punya kualitas manusia yang melampaui (uebermensch); berusaha berada pada
situasi yang ‘nyaman’—meski pun penuh resiko—di tengah situasi yang tak pasti.
Namun demikian ada sebuah pertanyaan
menggelantung ketika kita
sampai pada lembaran terakhir Kepada
Apakah. Pertanyaan
ini sebenarnya menyinggung
sebuah tipe manusia yang lain yakni manusia sebagai homo economicus. Ram yang bisa punya beberapa rupiah di
kantongnya tak bisa secara tersurat ditemukan dalam novel ini. Barangkali, saking menjadi pelancong, saking berkutat dengan aku yang
duduk di ceruk terdalam kepalanya, Ram jadi tak terlalu memusingkan benar
perkara dengan apa ia makan. ***
Posting serupa: http://kecoamerah.blogspot.com/2014/04/membaca-tiga-tipe-manusia-afrizal-malna.html
Posting serupa: http://kecoamerah.blogspot.com/2014/04/membaca-tiga-tipe-manusia-afrizal-malna.html
0 Komentar:
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)