Metafor Satir dalam Hantu Dapur

Sunday 21 October 2012

Oleh : Dr Junaidi SS Mhum  
 
Ada kesan aneh yang muncul ketika saya membaca cerpen yang berjudul “Hantu Dapur” yang ditulis oleh Hang Kafrawi. Cerita ini dihimpun dalam buku Kumpulan Cerpen yang berjudul Hantu Dapur, terbitan CV Milaz Gravika tahun 2009. Cerita ini mengisahkan keadaan hantu dapur kecil yang sedang kelaparan. Bagi hantu dapur lain, kelaparan yang menimpa hantu dapur kecil dianggap sebagai aib sebab tidak sepantasnya hantu dapur yang sehari-harinya di dapur menderita kelaparan. Semestinya di dapur banyak makanan sehingga kelaparan yang menimpa hantu dapur kecil merupakan suatu kesalahan dan memalukan kaum hantu dapur.

Sebagian besar hantu dapur menginginkan hantu dapur kecil dihukum mati saja supaya kaum hantu lain tidak mengetahui kondisi kelaparan yang terjadi dalam komunitas hantu dapur. Tetapi hantu dapur agak tua dengan penuh retorika membela hantu dapur kecil supaya ia tidak dihukum sebab ia sangat lemah. Bagi hantu dapur agak tua yang terpenting adalah merahasikan kondisi hantu dapur kecil dengan cara tutup mulut agar kondisi kelaparan ini tidak diketahui oleh hantu lain. Namun demikian, hantu dapur kecil terus berteriak dan memberontak dan hantu dapur agak tua yang berlagak seperti pembela itu pun tak kuasa menolong hantu kecil. Ia pun berlari karena tidak mau bertanggung jawab untuk membela kepentingan hantu dapur kecil yang sedang kelaparan.   

Tiada manusia yang menjadi tokoh dalam cerita ini. Semuanya tokohya hantu. Keberadaan tokoh hantu dalam cerita ini memunculkan kesan bahwa prilaku manusia itu sendiri seperti hantu. Cerita yang agak aneh ini sarat dengan muatan satir atau kritikan terhadap manusia. Cerita sederhana ini mencoba untuk menggugat kehidupan manusia yang cenderung tidak humanis lagi dengan cara membandingkan manusia dengan hantu.

Tokoh hantu yang terdapat dalam cerita ini adalah hantu kecil, hantu dapur agak muda, hantu dapur bercelana pendek, hantu dapur agak tua, dan beberapa hantu dapur lainnya. Tidak ada nama khusus hantu dalam cerita ini. Identitas hantu dapur hanya dikenali dengan deskripsi kondisi mereka. Tokoh hantu dapur kecil merepresentasikan generasi masa kini yang berada dalam kondisi sangat memprihatinkan sebab mengalami kelaparan dalam beberapa hari. Kemiskinan yang dialaminya merupakan kemiskinan struktural yang telah diwariskan oleh orang tuannya. Hantu dapur kecil sebenarnya tidak mau menjadi miskin tetapi keadaan telah mengahuruskannya miskin. Bahhan ia berupaya untuk menolak kemiskinan itu dengan cara menangis dan mengumpat-umpat: payah, terlahir dari rahim hantu tua dan papa-kedana. Hendak makan saja susah. Ini menunjukkan bahwa adanya pemberontakan yang dilakukan hantu dapur kecil terhadap realitas kemiskinan yang dirasakannnya. Tetapi kerana ia masih kecil, ia tidak kuasa untuk merubah nasibnya sehingga yang bisa ia lakukan hanya mengumpat dan menangis. Kondisi hantu dapur kecil ini merupakan refleksi dari kondisi rakyat miskin yang tinggal dalam masyarakat kaya.

Manusia yang Tidak Manusiawi
Dalam masyarakat hantu memiliki kesan yang menakutkan dan jahat. Walaupun sebagian besar manusia tidak mampu melihat hantu, mereka takut kepada hantu. Ketakutan manusia terhadap hantu merupakan suatu fenomena aneh juga sebab manusia takut kepada sesuatu yang tidak terlihat. Penggunaan tokoh hantu dalam cerita ini merupakan suatu bentuk sindiran tajam yang diarahkan kepada manusia yang telah kehilangan kemanusiannya. Dengan demikian, karakter hantu dalam cerita ini merupakan refleksi dari sifat buruk manusia dalam kehidupannya. Perbandingan sifat hantu dan manusia memberikan makna yang lebih mendalam terhadap betapa buruKnya prilaku manusia dibandingkan dengan hantu.

Ketika kita membaca tokoh hantu dalam cerita ini, kita akan memaknainya sebagai manusia. Tepatnya prilaku manusia yang telah berubah menjadi hantu yang jahat. Hantu itu hanya sebuah satir untuk menyindir prilaku manusia yang semakin tidak beradab. Berdasarkan pengakuan hantu dalam cerita ini manusia memang cenderung lebih jahat dari pada hantu itu sendiri sehingga hantu pun bisa kemasukan manusia: kenapa dikau berteriak macam kemasukan manusia? Ini bermakna bahwa yang jahat itu sebenarnya bukan hantu tetapi manusia itu sendiri yang lebih jahat, meskipun dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering menyalahkan hantu (baca setan) bila mereka membuat kesalahan. Manusia memang sering menyalahkan hantu/setan padahal diri manusia itu sendiri juga lebih jahat dari pada hantu/setan. Mitos yang menganggap bahwa setan yang menyebabkan manusia jatuh dari surga ke dunia selalu dianggap pembenaran bagi manusia untuk selalu menyalahkan setan. Manusia menganggap dirinya lebih mulia dari pada setan sehingga ketika berbuat kesalahan atau dosa manusia cenderung tidak menyalahkan dirinya tetapi selalu menyalahkan hantu/setan.

Dalam cerita ini manusia digambarkan lebih jahat dari pada hantu sehingga kaum hantu melarang hantu dapur lain untuk meniru perpuatan manusia seperti yang diungkapkan oleh hantu dapur agak tua: kalian jangan meniru perbuatan manusia yang hanya mampu menjatuhkan hukuman kepada yang lemah!  Menurut hantu dapur agak tua, hantu dapur kecil tidak sepantasnya dihukum karena kelaparannya sebab ia berada dalam kondisi lemah. Sebaliknya orang lemah yang harus dibela. Pada kesempatan lain hantu dapur agak tua juga menyampaikan keburukkan manusia: kelemahan manusia adalah mereka tidak mampu menutup aib saudara mereka sendiri. Hal ini disebabkan mereka hanya memikirkan kesenangan sendiri, dan ingin mendapat tempat di antara manusia lainnya. Betapa ironisnya kata-kata yang disampaikan hantu dapur agak tua tentang prilaku manusia yang tidak memikirkan manusia lain. 

Sindiran tajam lainnya yang disampaikan dalam cerita ini adalah ketika hantu dapur agak tua menyatakan bahwa hantu juga mempunyai  hatu nurani: kita ini hantu yang memiliki hati nurani yang memunculkan kasih sayang sesama hantu, sehingga tidak terjadi pertumpahan darah sesama kita! Dalam undang-undang kita jelas menyatakan bahwa kita berkewajiban melindungi hantu dapur yang lemah seperti kita melindungi diri kita sendiri. Kata-kata ini mengingatkan kepada manusia terhadap nilai-nilai sosial dan kasih sayang yang telah dilupakan oleh sebagian manusia.

Menghukum Orang Miskin
Gagasan utama yang disampaikan dalan cerita ini adalah kemiskinan yang menimpa manusia. Menariknya, kemiskinan itu ada dalam masyarakat yang kaya dan persoalan kemiskinan itu tidak untuk selesaikan tetapi untuk disembunyikan demi mendapatkan nama baik. Sebutan hantu dapur memberikan kesan bahwa hantu itu hidup di dapur tetapi ia kelaparan. Padahal di dapur sebenarnya banyak makanan. Kata hantu dapur memunculkan kesan yang sangat ironis sebab kelaparan dapat terjadi dalam lingkungan yang kaya. Ibarat kata pepatah: ayam bertelur di atas padi mati kelaparan atau itik berenang di air mati kehausan.

Sebagai sebuah karya sastra yang dilahirkan dalam masyarakat tertentu, cerita ini tampaknya merefleksikan kondisi sosial masyarakat Riau. Riau memang terkenal sebagai daerah yang bertuah sebab mempunyai sumber daya alam yang sangat banyak. Perut bumi Riau mengandung cadangan minyak dan berbagai bahan tambang yang setiap hari dieksploitasi untuk menghasilkan dolar dan rupiah. Ribuan hektar ladang kelapa sawit juga menghasilkan minyak. Potensi hutan, sungai, dan laut di Riau membuktikan bahwa Riau adalah daerah yang sangat kaya. Tetapi kondisi Riau yang kaya ini tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Jumlah penduduk miskin masih banyak di Riau. Potensi kekayaan alam Riau tidak menetes kepada masyarakat itu sendiri. Ke manakah kekayaan itu sebenarnya menetes? Susah untuk menjawabnya dan kita pun bingung untuk menjelaskannya. Atas dasar kebingungan dan keresahan ini sebenarnya cerita “Hantu Dapur” dilahirkan. Cerita ini merupakan suatu bentuk pemberontakan terhadap kondisi kemiskinan yang terjadi di Riau. Apakah kekayaan itu hanya untuk golongan elit politik saja? Atau untuk pemerintah pusat atau bahkan untuk orang luar negeri sebab kebanyakan SDA Riau dikelola oleh perusahaan asing? Cerita ini tidak membincangkan itu. Cerita ini hanya mengambarkan kondisi kelaparan di dapur yang sebenarnya banyak makanan.  Cerita ini bertujuan untuk mengugat kondisi kaya tetapi miskin di Riau.

Anehnya kondisi miskin dalam cerita ini diupayakan untuk disembunyikan sebab kemiskinan itu sendiri dianggap memalukan. Bila hantu lain tahu bahwa ada kemiskinan, maka harga diri hantu dapur akan jatuh. Kemiskinan adalah aib sehingga hantu lain tidak boleh tahu. Bahkan menurut hantu dapur, hantu dapur kecil yang kelaparan semestinya dipancung saja karena kelaparan dianggap sebagian penghinaan terhadap keberadaan hantu dapur yang dikenali makmur dan mempunyai banyak makanan. Penyembunyian kondisi kemiskinan dalam cerita ini merupakan kritikan tajam yang diarahkan kepada tokoh politik atau pemimpin yang cenderung untuk menampilkan kondisi baik saja demi menjaga citra mereka di mata masyarakat. Menjaga nama baik lebih penting bagi orang politik dari pada melakukan usaha nyata untuk memperbaiki keadaan seperti diunggapkan dalam cerita ini: Tidak bisa! Dia telah menjatuhkan reputasi hantu dapur di muka bumi! Dan dia harus dihukum mati! 

Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk menjaga kasus ini tidak terdengar oleh hantu lain adalah dengan menutup kasus ini: tutup mulut kalian yang hadir di sini. Itulah satu-satunya cara. Peristiwa ini kalian kubur dalam jiwa kalian masing-masing. Anggap saja peristiwa ini tidak pernah terjadi. Upaya untuk menutup kasus ini tidak menyelesaikan masalah sebab kebusukan akan dapat dirasakan pihak lain meskipun telah ditutup rapat-rapat. Hantu dapur kecil yang menderita kelaparan terus berteriak untuk menunjukkan sakitnya penderitaan yang dirasakannya. Sementara hantu lain terus berlari meninggalkan hantu dapur kecil untuk menghindari terlibat dalam persoalan yang semestinya tanggung jawab mereka bersama. Ini menggambarkan tokoh politik yang tidak mempunyai tanggung jawab untuk membela kepentingan masyarakat. Mereka hanya ingin mendapatkan dukungan suara dari rakyat ketika pemilu tetapi setelah itu mereka tidak peduli terhadap nasib rakyat. Mereka hanya peduli kepada reputasi dan nama baik mereka.

Cerita “Hantu Dapur” telah mengiris rasa kemanusia kita hingga pedih. Tidakkah kita sadar bahwa diri kita lebih jahat dari pada hantu/setan yang sering kita persalahkan? Jika kita tidak dapat merasakannya, maka kita memang lebih jahat dari pada hantu. Jangan gegabah menyalahkan hantu sebelum kita menyalahkan diri kita sebab bisa jadi hantu akan selalu menakuti kita!***

Dr Junaidi SS Mhum adalah  Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unilak dan Dosen S2 Ilmu Komunikasi Universitas Muhamadiyah Riau. Tinggal di Pekanbaru.

Sumber http://www.sagangonline.com/index.php?sg=full&id=141&kat=52

0 Komentar:

Post a Comment

Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.

Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas