Menghindari Writter's Block

Friday, 5 October 2012

Kita pasti pernah mengalami kebuntuan dalam menulis, atau bahasa kerennya writer’s block. Namun, apa sih writer’s block itu? Ada yang bilang bahwa writer’s block adalah kutukan. Bahkan ada pendapat lain yang mengatakan bahwa writer’s block itu cuma mitos. Tapi, hampir semua orang pasti pernah mengalami hal seperti ini: duduk di depan layar komputer, jari-jari sudah gatal untuk segera menekan tuts di keyboard, dan segala macam gagasan berkelindan di dalam tempurung kepala. Tapi apa yang terjadi selanjutnya? Tak ada satu kata pun yang lahir. Ide tak juga kunjung mewujud. Dan, tentu saja, layar itu tetap saja kosong.

Writer’s block bisa dibilang misterius. Ia datang secara tiba-tiba tanpa pernah kita duga. Kadang ia datang dari awal ketika kita ingin menulis, sehingga membuat kertas atau layar komputer kita tetap saja kosong dari awal sampai akhir. Kadang ia datang di saat tulisan kita sudah lumayan banyak, sehingga kita sudah seperti pengendara motor yang sedang kehabisan bensin, mogok ditengah jalan tanpa bisa melakukan apa-apa. Bahkan ia juga pernah datang di saat-saat terakhir ketika tulisan kita sedikit lagi akan selesai. Bisa dibayangkan betapa menjengkelkannya jika hal tersebut terjadi oleh kita.

Mengapa Writer’s Block Bisa Terjadi?
Hernowo, penulis buku Mengikat Makna Update, pernah mengatakan bahwa faktor penyebab terjadinya writer’s block itu ada banyak. Di antaranya adalah: pertama, miskin bahasa atau kata-kata. (Punya banyak ide, tapi tak bisa dikeluarkan karena kata-kata yang tersimpan di dalam diri tak bisa menampung ide-ide hebat tersebut). Kedua, tak memiliki topik yang mengesankan (bermakna) untuk ditulis. Kita sudah kepengin atau kebelet menulis, komputer sudah dinyalakan, tapi yang mau kita tulis tidak menggairahkan diri kita, ya, akhirnya nggak ada yang bisa dikeluarkan dari diri kita. Ketiga, tidak berani dan enggan mencicil menulis. Sebenarnya kalau kita mau pelan-pelan mengeluarkan bahan-mentah tulisan, nggak ada yang namanya writer’s block itu. (baca Tentang Writer's Block, yang dimuat di Mizan.com).

Bagaimana Mengatasi Writer’s Block?
Bagi Eka Kurniawan, penulis novel Cantik itu Luka dan Lelaki Harimau, fenomena writer’s block serupa seorang pejalan yang terjebak di tengah belukar. Belukar itu bisa merupakan rumpun yang belum terjamah, bisa pula merupakan belantara jalan raya yang tanpa petunjuk. Untuk mengatasinya cukup sederhana, yaitu kita harus kembali lagi dari awal dan pertanyakan kembali apa tujuan kita menulis. Kata Eka Kurniawan, “Saya harus tahu mengapa saya masuk ke belukar tersebut: mengapa saya menulis sesuatu. Saya juga harus tahu apa yang harus saya bawa untuk membabat belukar, saya harus tahu segala yang diperlukan untuk menuliskannya. Dan saya tak akan terjebak selamanya di dalam belukar, jika saya tahu kemana arah yang hendak saya tuju: kemana saya ingin membawa tulisan saya.” (baca Writer’s Block, Bagian 1: Jalan Belukar yang dimuat di ekakurniawan.com).

Secara ringkas, mungkin tips-tips untuk menghindari writer’s block bisa saya paparkan sebagai berikut:

Tentukan Ide
Ini sangat penting. Ibarat ingin pergi ke suatu tempat, kita mesti tahu dulu tujuan kita. Kalau tidak, bisa-bisa kita bingung dan diam di tempat, atau paling buruknya kita akan tersesat. Itu sebabnya, sebelum menulis, kita mesti tahu dulu apa sih sebenarnya yang ingin kita tulis.

Write About what You Know
Ya, untuk seorang penulis pemula, sepertinya rumus “tulislah apa yang kamu tahu” itu memang bisa dijadikan sebagai panduan. Kadang kita memang selalu ingin menulis segalanya. Tentang mimpi, tentang nuklir, tentang seorang anak yang mengidap penyakit dislexia, tentang revolusi Perancis, tentang anarkis di Spanyol, tentang konspirasi sekte Mason Bebas, tentang si Google Guys Larry Page dan Sergey Brin, tentang penduduk asli Badui dalam, tentang sejarah Batavia, tentang Batik, tentang silsilah Nyi Roro Kidul, dan lain sebagainya. Semuanya ingin kita tulis, seolah-olah hidup kita sebentar lagi akan selesai. Padahal pengetahuan kita akan itu semua tidaklah terlalu banyak, bahkan bisa dibilang amat sedikit. Itu sebabnya, ketika kita ingin menulis sesuatu yang tidak kita tahu, writer’s block pasti akan datang menyapa kita. Waspadalah! Waspadalah!

Cari Data
Jika kita tetap ngotot untuk menulis cerpen atau novel tentang—misalnya—konspirasi sekte Mason Bebas, padahal pemahaman kita akan hal itu sangatlah sedikit, apa boleh buat, kita harus cari data yang banyak. Kita bisa searching di google.com dan cari sebanyak-banyaknya situs yang membahas tentang tema yang ingin kita tulis. Kita ketikkan saja kata kunci seperti Freemason, Zionis, Teodor Herzl, Kabala, Talmud, dan lain semacamnya. Atau mungkin bisa juga kita baca buku-buku yang membahas tentang permasalahan tersebut. Catat segala hal yang menurut kita penting. Insya Allah, dengan banyaknya data yang kita punya, writer’s block akan mudah diatasi.

Paragraf Pertama Begitu Menggoda
Buatlah paragraf pertama yang bagus—setidaknya bagus menurut kita. Sebab, paragraf pertama yang bagus bisa menyemangati kita untuk membuat paragraf-paragraf yang berikutnya. Gairah kita akan menjadi semakin terpacu. Sebaliknya, jika paragraf pertamanya sudah jelek, kita tentu jadi malas untuk membuat paragraf yang berikutnya. Itu sebabnya, menurut saya, paragraf pertama adalah unsur yang sangat penting dalam memulai sebuah tulisan. Seperti yang sudah kita tahu bersama, bahwa Gabriel Garcia Marquez butuh waktu yang sangat lama hanya untuk membuat paragraf pertama, dan setelah paragraf pertama sudah selesai, maka ia akan menulis terus tanpa bisa dihentikan.

Untuk membuat paragraf pertama yang bagus, tentu saja kita harus banyak berlatih. Kita bisa membaca tulisan-tulisan para penulis yang—katakanlah—sudah senior. Kalau perlu, tiru saja sampai sama persis. Setelah itu kita modifikasi dengan gaya kita. Tambal-sulam dengan kalimat-kalimat yang kita punya. Jangan khawatir, tindakan copy the master bukanlah tindakan kriminal. Bahkan penulis yang sudah terkenal pun pernah melakukan hal yang demikian. Saat ini kita sedang tidak berbicara tentang plagiat dan orisinalitas. Saat ini kita sedang belajar menulis. Itu saja.

Macet di Tengah Jalan?
Kalau ditengah jalan tiba-tiba tulisan kita macet, sabar dan tidak usah panik. Barangkali memang sudah saatnya kita untuk berhenti sejenak. Seduh kopi dulu jika kita memang pecandu kopi. Kalau perlu rebus indomie dulu, sebab siapa tahu saja kita sedang lapar. Tapi sejenak saja, jangan lama-lama. Takutnya nanti kita malah tercerabut dari tulisan kita. Sebab writer’s block sering juga terjadi karena hal ini. Ketika kita rehat terlalu lama, dan ketika kita mencoba untuk menulis kembali, tiba-tiba saja kita jadi bingung untuk melanjutkan tulisan kita itu. Feel kita jadi berbeda. Segala yang kita rasa jadi tak sama. Kita seolah-olah harus memulai lagi dari awal. Hufff..... Kalau terjadi seperti ini, kita bisa membaca tulisan kita itu dari awal, resapi setiap kalimat yang sudah kita tulis, rasakan segala rima yang sudah kita ciptakan, sampai akhirnya feel kita kembali seperti semula dan semangat kita kembali menyala.

Menemukan Jalan Buntu? Turn Off Your Computer!
Jika tulisan kita benar-benar macet dan seolah-olah kita seperti terjebak di jalan buntu dan kita tidak bisa bergerak kemana-mana, padahal segala daya dan upaya sudah kita kerahkan, mungkin memang sudah saatnya untuk segera mematikan layar komputer kita atau menutup buku tulis kita. Buka pintu kamar, dan bermainlah keluar rumah. Tak usah terlalu dipaksakan, yang penting kita sudah berusaha. Sebab, segala sesuatu yang terlalu dipaksakan itu tidak baik. Apa pun itu. Pergilah keluar rumah dan saksikanlah segala peristiwa yang terjadi di sekitar kita: sekumpulan bocah bermain kejar-kejaran, seekor kucing mengeong di pinggir jalan, tukang sayur sedang berjualan, dan lain sebagainya. Semoga saja dengan menyaksikan segala hal yang terjadi di sekeliling kita, energi menulis kita menjadi terpompa kembali. Dan jalan buntu yang semula menghadang kita, akan dengan mudah kita hancurkan.

Sepertinya sekian dulu tulisan ini saya buat. Semoga bermanfaat. Jika kalian memiliki tips-tips yang terlewat oleh saya, alangkah baiknya jika kita saling berbagi. Selamat menulis!

Sumber http://www.sindikatpenulis.com/2009/11/writers-block-dilarang-masuk.html

* * *
Bersahabat Erat dengan Writer’s Block

Semua penulis, atau seenggaknya semua orang yang pernah berusaha menulis, pasti mengalami Writer's Block. Saya jamin. Ini adalah masalah yang dihinggapi semua penulis—pemula, maupun profesional. Selama penulisan Madame Bovary, Gustave Flaubert menderita selama tiga hari. Berguling-guling di lantai, membenturkan kepala ke dinding. Setelah tiga hari, akhirnya dia bisa menulis delapan kalimat. Gak kurang, gak lebih. Delapan kalimat. Tiga hari penderitaan.

Saya jamin, kita semua pasti pernah merasa buntu. Bingung melanjutkan cerita. Gak gerti apa yang harus dilakukan. Kita lalu berkata, “Ini sampah! Gue nggak berbakat jadi penulis!” Kemudian akhirnya kita menyerah dan membiarkan cerita itu membusuk di hard disk komputer untuk selamanya. Jujur, apakah agan/sis pernah mengalami hal semacam itu? Jika jawabannya “iya,” agan gak sendiri. Semua penulis mengalami hal yang sama. Semua.

Penyebab Utama Writer’s Block

Salah satu masalah utama yang membuat seseorang mengalami writer’s block adalah: terlalu berharap karyanya hebat pada draft pertama. Ernest Hemingway mengatakan, “The first draft of anything is sh*t.” Jika draft pertama milik Hemingway adalah sh*t, kenapa kita berharap lebih? Gak ada penulis yang bisa bikin karya hebat pada draft pertama. Selalu ada proses editing dan rewriting. Saking pentingnya proses rewriting, bahkan sampai muncul ungkapan “rewriting is writing.” Rewriting adalah satu-satunya cara untuk mengubah “sampah” menjadi “permata.” Dan itu menimbulkan pertanyaan lain:

Seberapa banyak sebuah karya harus di-rewrite sampai bisa dikatakan fix?

Jawabannya sangat tergantung pemahaman kita tentang teknik penulisan dramatis. Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah: terus menulis, seburuk apapun itu. Teruslah berusaha hingga kita berhasil menulis kata “SELESAI” atau “TAMAT” di halaman terakhir file Microsoft Word. Gak usah takut. Gak usah kebanyakn mikir. Sampah gak selamanya buruk. Kotor itu baik, namun kita harus tahu bagaimana cara membersihkannya. Caranya, gak lain dan gak bukan, dengan proses rewriting.

Menulis “Draft Sampah” Pertama

Bagi beberapa novelis profesional, rewriting bahkan bisa memakan waktu lebih lama dari proses penulisan draft pertama. Beberapa ada yang menghabiskan waktu berbulan-bulan. Namun, menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk rewriting gak akan menjamin karya kita bisa mendekati kesempurnaan. Sekali lagi, semuanya tergantung pemahaman kita tentang keterampilan menulis fiksi.

Inti dari tulisan ini adalah: tulis aja draft pertama kita, seburuk apapun itu. Draft pertama pasti buruk. Jerry Cleaver, dalam Immediate Fiction, mengatakan, “Penulis profesional adalah seorang amatir yang tidak menyerah.” Kalau agan/sis mengatakan, “Tulisan ini sampah! Gue nggak berbakat jadi penulis!” maka agan adalah penulis amatir. Ingin tahu bagaimana kata-kata yang seharusnya diucapkan penulis perofesional?

“Tulisan ini sampah! Gue berada di jalan yang benar!”

Yep, jika kita merasa draft pertama buruk, kita memang berada di jalan yang benar. Karena semua penulis pasti membuat “draft sampah” itu. Intinya, jangan pedulikan apapun. Tulis saja apa yang ada di dalam kepala sampai cerita selesai. Pada tahap ini, agan gak perlu memusingkan berbagai teori. Teori-teori itu hanya akan “membunuh” kreativitas kita dalam penulisan draft pertama.

Jika kita merasa kosa kata yang digunakan terlalu monoton, cara menanggulanginya sangat sederhana: ambil novel apapun yang kita suka, dan mulailah membaca dengan rileks. Gak usah pikirkan cerita kita yang belum selesai—walaupun itu akan sangat sulit. Masalah lain yang biasanya menyebabkan seseorang menjadi buntu adalah jarang, atau bahkan gak pernah membaca. Membaca adalah hal yang sangat penting bagi penulis. Stephen King menegaskan, “Jika Anda tidak memiliki waktu untuk membaca, Anda tidak memiliki waktu (atau alat) untuk menulis.” Sesederhana itu memang. Jika agan adalah orang yang malas membaca, lupakan impian menjadi novelis profesional mulai detik ini! Membaca adalah pekerjaan utama seorang novelis—selain menulis tentunya.

Apakah kita harus menyerah ketika mengalami writer’s block? Seharusnya agan/sis sudah bisa menjawab pertanyaan itu. Jawabannya, tentu saja enggak. Justru kita harus bersahabat erat dengan "anugerah" ini. Ya, saya menyebutnya anugerah. Karena penulis-penulis besar pernah mengalaminya, dan berhasil melewatinya dengan sukses. Jika saat ini agan mengalami kebuntuan dalam menulis novel, cerpen, atau bahkan tulisan non-fiksi, tanamkan dalam benak agan bahwa kesuksesan telah sangat dekat dengan posisi agan saat ini.

Akhirnya, selamat menulis “draft sampah” pertama agan/sis!
Sumber Kaskus Forum Menulis Fiksi

0 Komentar:

Post a Comment

Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.

Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas