JAKARTA, JUMAT--Kenapa politisi
sepertinya tidak peduli atau menjauhi sastra, hingga sastra makin
terpinggirkan? Pertanyaan ini menggayut pada diri banyak orang, seiring
maraknya berbagai poster, baliho dan spanduk di hampir setiap sudut
jalan, yang umumnya menampilkan wajah para calon legislatif (caleg)
menjelang pemilu April mendatang.
Pertanyaan
itu, di mata Wanda Hamidah yang juga caleg dan dikenal sebagai artis,
foto model serta aktivis tidaklah berlebihan. Banyak politisi menjauhi
sastra karena sastra mengusung kejujuran, dan ini sesuatu yang sulit
dipenuhi oleh politisi.
“Apakah saya
akan menjauhi sastra, kita lihat saja nanti”, tegasnya ketika berbicara
di Sastra Reboan, 25 Februari 2009 malam yang berlangsung di Warung
Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta Selatan. Acara bulanan yang sudah
menginjak ke 11 kalinya ini juga menampilkan penyair asal Aceh, Fikar
W.Eda, Sihar Ramses Simatupang, Jodhi Yudono & Friends, Orkestra
Bocah, Lullaby Band serta pembacaan puisi oleh Atisatya Arifin, trio
Khrisna Phabicara, Atisatya Arifin dan Kemuning serta novelis Handoko
Zainsam.
Selain berbincang di atas
panggung yang dipandu penyair Kirana Kejora, Wanda Hamidah juga membaca
sebuah puisi karya Taufiq Ismail. Saya suka seni, sering menonton teater
sendirian dan suka sastra, ujarnya.
Menjawab pertanyaan Fikar W.Eda yang kini tinggal dan bekerja sebagai wartawan di Jakarta tentang kiprah para seniman yang duduk di legislative tapi kurang terdengar gaungnya, Wanda dengan tegas mengatakan, “Teman-teman artis itu sebetulnya bukanlah seniman. Ada yang cuma artis sinetron, Cuma sekedar mencari komersialisasi diri. Artis yang hendak duduk di legislative lebih baik mengimbangi kiprahnya dengan tujuan yang jelas dan mulia.”
Jika terpilih, Wanda
berjanji akan meningkatkan anggaran kesenian,khususnya sastra sebesar 3%
dari anggaran Pemda yang mencapai Rp 90 triliyun. Harus diakui, sastra
makin terpinggirkan. Infrastuktur yang ada tak berubah, Gedung Dewan
Kesenian Jakarta misalnya ya itu-itu saja. Bangunan-bangunan tua yang
mempunyai nilai seni tinggi dihancurkan, kalaupun dijadikan cagar budaya
dibiarkan saja mati suri. Pemda lebih suka menukar asset tanahnya
dengan mall daripada mendirikan sarana berkesenian seperti di Bulungan,
tambahnya.
Sastra Reboan yang
merupakan acara rutin dari Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar MaLam)
seperti sebelumnya berlangsung dengan meriah. Dari sekitar 100
pengunjung tampak penyair Slamet Widodo dan Binhad Nurohmat, cerpenis
Kurnia Effendi, politisi Samuel Niti Saputra, moderator milis Apresiasi
Sastra, Dorsey Silalahi, penyair Dharmadi, anggota komunitas
Kemudian.com dan kalangan mahasiswa.
Atisatya
Arifin membuka acara dengan membacakan puisinya, disusul Orkestra Bocah
yang terdiri dari 5 anak berusia 8-9 tahun dan mendapat sambutan
meriah. “Sangat mengesankan,” ujar Slamet Widodo mengomentasi penampilan
kelompok yang terdiri dari Yoga, Fachri, Abel, Nisa dan Celin tersebut.
Penyair Fikar W.Eda, mantan Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Aceh
yang membawakan puisinya “Bunga”, “Malioboro”, Jogja”, “Rencong”,
“Seperti Belanda” dan “Rumah” yang sarat dengan kritik sosial tentang
Aceh membuat acara makin menghangat. Begitu juga penampilan Sihar Ramses
Simatupang yang sebelum ke panggung menyatakan kerinduannya untuk dapat
tampil berpuisi kembali.
Begitu juga
penampilan Handoko Zainzam, penulis novel dengan empat puisinya (Kota
Sunyi Tahajud Cinta, Kunang-kunang, Cawan-Cawan Anggur dan Menggambar
Rembulan) dan trio Khrisna, Ayu dan Kemuning dengan pembacaan puisi
“Antara Khrisna, Malika dan Gadis Terkisah Tanpa Nama” dengan gaya
teaterikal. Sedangkan penyair Johannes Sugianto membawakan puisi yang
bertema cinta “Kata Untuk Ibu” dan “Seperti Pertama Kali”.
Di
tengah penampilan para penyair dan musisi, Reboan kali ini juga
memberikan door prize bagi pengunjung, yang diundi secara acak oleh MC
Budhi Setyawan dan Astri. Beberapa buku karya Fikar W.Eda, Budhi
Setyawan dan Kirana Kejora menjadi hadiah yang disambut dengan wajah
ceria bagi yang beruntung.
Malam yang
makin larut ditutup dengan penampilan Jodhi & Friends (Jodhi
Yudono, Tutut dan Irul) yang membawakan lagu “Buat Harry”, “Mata Air”
dan “Sepasang Daun-Daunan” sertaLullaby Band yang baru pertama kali
tampil di Reboan menutup acara dengan tampilannya yang memikat. (gie)
Source dari kompas
Baca juga di blognya
0 Komentar:
Post a Comment
Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.
Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)