Januari Bertuah: Puisi-puisi Ekohm Abiyasa di Buletin JEJAK (2 puisi) dan INDOPOS (10 puisi)

Saturday 1 February 2014

Ditengah keputusasaan, rasa sakit, dan penderitaan, ada sesuatu yang ber[/ter]sembunyi; Misteri entah apa namanya?

Januari bertuah! 

1. Antologi Puisi Penyair Lima Negara (Puisikan Bait Kata Suara) (belum tahu judul puisi yang termaktub)
Pengiriman puisi sebanyak 5 buah pada tanggal 19 Desember 2013.

2. Buletin 'Jejak' Forum Sastra Bekasi, edisi 34/Januari 2014 (2 puisi dimuat).
Pengiriman puisi sebanyak 5 buah pada tanggal 8 Januari 2014. Dapat email balasan berisi e-book: download di sini atau di sini.

3. IndoPos, Sabtu 1 Februari 2014 (10 puisi dimuat)
Pengiriman dua kali;
Pertama, pada tanggal 8 Januari 2014, 13 puisi (dimuat 6).
Kedua, pada tanggal  13 Januari 2014, 7 puisi (dimuat 4).
Awal bulan Februari, dua kali pengiriman puisi tersebut baru dimuat.

Puisi-puisi yang dimuat:

1. ANTOLOGI PUISIKAN BAIT KATA SUARA
...


2. BULETIN JEJAK FSB

Rindu Sesaat

rindumu yang sesaat
seperti senja hangat yang berputar
di ruas malam
menjelang hilang

rindumu yang kasat
sebagai terapi kejut atas
ketidakpedulian melawan getir

Surakarta, Juli 2013


Nostalgia Senja Pasi

mari bernostalgia, senja
wajahmu pasi
apakah kau merindukan cahaya rembulan
seperti beberapa waktu lalu
kita saling merayu
di bawah lanskap raksasa
di bawah tunas gemintang
pasir-pasir mengadu pada getir
karena kita, lupa berucap terima kasih pada mereka

mari berdendang, senja
senyummu abadi
apakah kau melupakan sesuatu tentang
gelisah yang kau raut
kita beradu rindu mulut
merapikan hangat bunga
di sekujur cerita kita
malam berpendar bulan genjang
debur ombak merayap gigir
menamatkan riwayat bab kosong di kening kita

Juli 2013


3. INDOPOS

Jalan Kaliurang; Mengkhatamkan Rindu

jalan kaliurang selalu kutunggu
mengkhatamkan rindu
sesaat hilang
riuh dinginmu
mencekam kesunyian
dan keramaian tubuh
ku

Jakal KM 13 Yogyakarta, Agustus 2013


Sragen-Ngawi

/1/
rimbun semak-semak bijak
hujan di tikungan jalan
pohon-pohon berderet; jati dan mahoni
dendang sunyi cerita-cerita tua
dan kenangan menggeronjal di roda-roda
tergilas

sungai-sungai mengalir
di waktu yang melengkung
seperti purnama cekung
di atas kepala

/2/
gubug di sebelah pematang
di antara padi-padi muda bertunas
menampung air mata dan keringat para petani

gubug di sebelah pematang
dicerca musim yang ganas
do'a-do'a meniriskan hujan ini

/3/
setelah berucap selamat tinggal pada kesepian
aku bergegas mengemas rasa takut yang makin terlepas
kepada hujan berikutnya rinduku singgah

Sragen-Ngawi, Desember 2013


Kelelawar

aku mencatatnya
percakapan-percakapan puncak malam
di lembar-lembar ingatan
desau angin dan desas-desus
perihal hujan yang membuat gusar
sekawanan kelelawar terbang pulang
perjalanan tertahan
di dahan basah
di ranting yang mulai menguning

aku mencatatnya
kelepak sayap-sayap kelelawar
kelelahan berlindung
awan-awan mendung
malam berkabung
malam-malam bingung

aku mencatatnya
derit hati murung
suara-suara hantu sebagai burung
jiwa tergeletak
pada kesepian yang tak berujung

Surakarta, Oktober 2013


Hujan Semesta

petir-petir berdeham
menghentikan laju darah
yang ketakutan mati setengah
meminang ingatan-ingatan

kembali hujan
menyeduh darah dalam tubuh
ada taring menyeringai di langit
menggigit bumi yang hijau
kemudian menerkam kepala

di beranda
kabar kematian bunga-bunga
mengubur kenangan
juga malam-malam

Surakarta, Januari 2014


Sampan

angin membawa perjalanan hujan
menuju bukit-bukit terjal
jalan-jalan setapak
berpenuh tetes-tetes air mata
rumah-rumah kehilangan akar
halaman kehilangan mawar

dalam perjalanan, hujan yang sepasang
meleburkan tanah-tanah
dan seseorang menggendong wajah-wajah
di punggungnya bercap sungai-sungai liar
akar-akar waktu yang ungu

sepertinya aku akan berkunjung
ke rumah sampan yang kau bangun
membasuh letih
secangkir teh yang kau saji
kita melesapkan ingatan-ingatan
sekali lagi

Surakarta, Januari 2014


Hari yang Bernama Langit

apakah kau masih setia menungguku
bermacam rupa kau tampilkan di sana
aku menikmatinya
sembari meneguk sekian ratus cangkir teh atau kopi
yang kubikin khusus menemani kegundahan
mengirimkan kelopak hujan ke dadaku
aku menampungnya ke dalam kolam rindu

masihkah engkau akan selalu menghiburku
menyediakan kolaborasi warna merona
di pipimu yang kusebut pelangi itu
aku melukisnya menjadi lautan memori
yang tak'kan usang
kukenang-kenang

adakah kita bisa bertemu kembali
setelah hari ketiadaanku menjemput
dari tempat bersembunyi
dibawanya paling sembunyi

engkau akan bermetamorfosa
engkau menyediakan pelangi cadangan

melepas murung dari sekian murung
mengurainya senyum dalam ribuan cangkir nanti

Langit,
terima kasih berkenan singgah
melukis hujan beranda sunyi

Surakarta, Desember 2013


Sayap Mimpi Kupu-kupu

Dalam pusaran badai rindu
terkoyak selaput-selaput mimpi
sempat terbenam
terkepak jua malam-malam
tempat kau kembara.

Aku tidak tahu
menghentikan laju garam
mengasini teluk rindumu ini
serasa hilang berlepasan
mencari celah
tanah-tanah asing.

Engkau menjadi laut
bagi sepasang sayap kupu-kupu.

Berkibas irama sunyi
di pekuburan malam
engkau sendiri
menghentikan denyut yang membiru
tentu lebih asin.

Perihlah
selaput mimpi-mimpi
juga rindu-rindu ini.

Surakarta, Januari 2014


Kepergianmu

aku melihat tawamu
bersama hujan sebelah
yang pincang

kau ragu juga
hujan melipat senyummu
di langkah pertama

hujan memakai jubah putih

bertumbuh keangkuhan
ia menyertakan gerimisnya
yang pelan-pelan
menanam salju
di pundakmu

Surakarta, Januari 2014


Bising Kota

/1/
barang kali
desau angin yang segar ini
akan mengubur lekuk
yang menyayat daging
dari asap-asap koloni kota.

kelopak bunga mawar merah
tumbuh
di halaman rumah
penawar bagi gelisah-gelisah
; penawar yang baik saat ini.

/2/
tiap waktu
iklan-iklan sesat dan dusta-dusta
terlahir dari papan-papan
pencekok kepala
di sudut-sudut gang dan jalan
melahirkan kebosanan
menyeret-nyeret tubuh
ke dalam lembah-lembah bising.

Surakarta, Januari 2014


Ratapan Jalan Desa

di desa seringkali
kudengar ratapan jalan-jalan
yang tumbuh batu-batu ngilu
dan debu-debu

roda-roda truk wara-wiri
mengangkut tahi
dari ladang para peternak ayam dan babi

sering kucium aroma bacin tupai-tupai
dan buaya-buaya lapar
melompat di hidung dan kepala-kepala
para kerbau dan sapi

Surakarta, Desember 2013

0 Komentar:

Post a Comment

Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.

Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas