Tiga Kiat Memperkuat Motivasi Menulis

Sunday 14 October 2012

Untuk menjadi penulis tentu dibutuhkan keseriusan, kesungguhan. Kalau keinginan menjadi penulis kecil saja, atau sekadar hobi, tentu saja kita tak akan pernah menjadi penulis yang berhasil. Jika di antara kita masih merasa membutuhkan dorongan atau motivasi untuk menjadi penulis, maka bacalah kiat berikut ini. Kiat ini dimaksudkan untuk memperteguh niat untuk rajin menulis dus menjadi penulis, lahir batin. Mari kita mulai.
Pertama, jadikan menulis sebagai bentuk ibadah. Menulis sebagai ibadah identik dengan menulis sebagai wujud bakti kepada Tuhan. Bakti kepada Tuhan tak melulu berbentuk pemujaan atau sembahyang, bahkan juga dengan berbuat baik terhadap sesama.

Berbuat baik kepada sesama dengan cara beramal pengetahuan melalui karya tulis adalah wujud dari ibadah atau sujud bakti kepada Tuhan. Dengan menjadikan ativitas menulis sebagai ibadah, maka kita akan merasa dan meyakini bahwa menulis adalah cara kita melaksanakan perintah Tuhan. Kita pun bisa menulis dengan tulus dan jujur.Kita pun bisa menulis dengan ringan, tanpa beban, bahkan dapat menjalani aktivitas ini dengan penuh cinta.

Kedua, jadikan menulis sebagai alat perjuangan. Penulis dalam menulis harus mempunyai visi yang jelas. Apa goal penulisan kita? Dalam hubungan ini, kembali ke pertanyaan awal: apakah kita benar-benar ingin menjadi penulis? Jika jawabannya ‘ya’, maka ada kewajiban lanjutnya, yakni komitmen. Komitmen untuk terus dan terus menulis secara kontinu. Dengan terus-menerus menulis, niscaya kemampuan menulis kita akan kian baik, ide-ide yang disampaikan akan dapat dengan mudah diwujudkan ke dalam bahasa tulis. Tak jadi masalah lagi bagaimana cara menuliskan ide/gagasan. 

Baru setelah itu, kita dapat menjadikan menulis sebagai alat perjuangan. Alat perjuangan apa? Misalnya, alat perjuangan untuk turut membangun kecerdasan bangsa. Ini ide besarnya. Lebih spesifik lagi, alat perjuangan untuk ikut serta memajukan dunia kesehatan. Lebih mikro lagi: untuk memajukan kesehatan ibu dan anak. Atau, untuk memajukan dunia pendidikan. Lebih mikronya: pendidikan dasar sembilan tahun. Begitulah misalnya. Masing-masing dari kita bisa menentukan untuk apa sejatinya kita menulis.

Ketiga, jadikan menulis sebagai pilihan hidup. Sebagai sebuah pilihan hidup, menulis tak lagi menjadi sekadar hobi yang dilakukan sesekali saja itu pun kalau ada mood. Kalau tak ada mood atau gairah menulis, ya sudahlah, nggak usah menulis. Sebagai pilihan hidup, maka menulis menjadi bagian dari tugas dan kewajiban keseharian yang mesti dilakoni. Menulis dipandang sebagai pekerjaan atau profesi yang memikat dan bersedia dengan ikhlas bertekun di dalamnya, mengikuti proses, dan pada akhirnya mendapatkan hasil dari kerja penulisan. Sebagai pilihan hidup, menulis akan mendatangkan hasil-hasil nyata: artikel dan buku yang terpublikasi, dan perlbagai bentuk naskah lainnya yang tak ternilai harganya. 

Jelaslah bahwa untuk memperkuat motivasi menulis, kita dapat memandang menulis sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan, sebagai alat perjuangan mewujudkan visi, dan pilihan hidup. Nah, bagaimana dengan kita? Adakah motivasi menulis itu demikian kuatnya dalam diri kita? 

Salam menulis.

0 Komentar:

Post a Comment

Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.

Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas