Menulis dengan Tiga Pisau Bedah!

Sunday 14 October 2012

Proses editing (pengeditan) merupakan langkah yang tidak boleh ditinggalkan oleh penulis yang baik. Dengan editing ini, diharapkan tulisan yang dihasilkan menjadi  jauh lebih baik dibanding konsep awalnya. Sebuah tulisan yang baru selesai dikerjakan pada tahap konsep awal biasanya cukup banyak kesalahannya. Itulah sebabnya seorang penulis melakukan pengeditan sebelum dikirim ke media, baik media online maupun cetak. Perbaikan itu bukan hanya dilakukan satu atau dua kali, bahkan mungkin berkali-kali, sampai  dia benar-benar merasa mantap sebelum mempublikasikan hasil karyanya. Ia menyadari bahwa sebuah tulisan merupakan representasi diri penulisnya. Tulisan yang dibuat secara cermat mencerminkan sang empunya yang teliti/saksama dalam berkarya; suatu sifat yang diperlukan dalam karier penulisan.

Saya berpendapat, paling tidak ada 3(tiga) pisau bedah yang bisa dipakai dalam mengedit  sebuah konsep tulisan. Dengan ‘senjata’ tiga pisau bedah itu kita dapat  membongkar,, menemukan, dan mengeluarkan semua benih-benih ‘penyakit’ pada tubuh sebuah karya. Tentu saja pisau bedahnya sendiri mesti tajam, sehingga proses ‘operasi’ dapat berjalan dengan sukses.

Pertama, pisau bedah kata. Kata-kata adalah kekayaan yang menjadi modal utama bagi seorang penulis. Dengan kata-kata, penulis menyampaikan gagasannya. Sebuah tulisan menjadi kering dan tidak enak dibaca bila tidak dirajut dengan kata-kata yang sesuai. Ada beberapa hal yang perlu dibedah dalam kaitannya dengan kata, di antaranya dengan mengajukan pertanyaan : apakah kata-kata atau ungkapan yang membentuk kalimat dalam tulisan itu sudah menerapkan ekonomisasi kata? Dengan kata lain, tidakkah ada kata-kata yang mubazir yang masih termuat di dalamnya? Selanjutnya, apakah kata-kata yang dipilih sudah benar-benar mewakili pikiran dan perasaan penulisnya sehingga terhindar dari pemahaman yang bias pada pembaca?
 
Kedua, pisau bedah logika. Dalam setiap tulisan ada sejumlah ide yang dikemukakan. Ide-ide itu diurai sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti dengan mudah oleh pembaca. Berkenaan dengan hal ini, pertanyaan yang dapat diajukan adalah: sudahkah logika penulisan benar-benar diterapkan?  Artinya, sudahkan tulisan itu didasarkan pada penalaran yang benar (induktif atau deduktif)? Tidakkah ada bagian-bagian yang kontradiktif antarpernyataan yang membentuk tulisan itu? Hendaknya logika pembentuk tulisan mengalir  lancar menuju muara pengertian yang tepat sesuai dengan maksud si penulis.
 
Ketiga, pisau bedah orisinalitas. Karya tulis yang bernilai tinggi adalah karya yang menyajikan orisinalitas, yakni sesuatu yang baru, yang merupakan pandangan penulisnya sendiri. Mengkompilasi pendapat banyak orang bukanlah hal tabu, tetapi kalau di dalamnya dilengkapi dengan pemikiran orisinal si penulis, tentu tulisan itu menjadi lebih berbobot. Jadi,  menulis bukan sekadar menulis, melainkan hanya kalau ada hal baru atau sudut pandang baru terhadap suatu peristiwa/pendapat orang lain yang hendak dikemukakan, sesederhana atau sekecil  apa pun itu.
 
 “Tulisan yang bagus”, ungkap Malcom Gladwell dalam pengantar buku What the Dog Saw, “dinilai berhasil bukan dari kekuatannya meyakinkan. Tulisan yang baik dinilai berhasil jika tulisan tersebut mampu membuat Anda terlibat, berpikir, memberi Anda kilasan pikiran seseorang.”  Semoga tiga pisau bedah itu dapat membantu kita dalam menghasilkan karya terbaik.

Sumber http://economist-suweca.blogspot.com/2011/07/menulis-dengan-tiga-pisau-bedah.html

0 Komentar:

Post a Comment

Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.

Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas