Lima Alasan untuk Tidak Menulis

Sunday 14 October 2012

Menulis atau mengarang bagi sebagian orang merupakan pekerjaan yang pantas dihindari. Mengapa? Ada beragam dalih yang jitu untuk tidak menulis. Mari kita lihat lima di antara sejumlah dalih yang acap kita dengar. Inilah dia.
1.      Takut dicemooh. Ada orang yang ingin memiliki kemampuan sempurna terlebih dahulu, baru bersedia menuliskan ide-idenya. Ia harus pintar dulu, baru menulis. Ia ingin agar pembaca yang menyimak tulisannya tidak mencemooh, bahkan sebaliknya, terkagum-kagum terhadap kualitas tulisan yang ditampilkan. Padahal, kesempuranaan itu bukan milik kita umat manusia. Lalu, kapan kesempurnaan itu ada untuk berani menulis? Oleh karena itu, mari menulis saja, jangan tunggu menjadi manusia pintar dan sempurna terlebih dahulu. 
2.      Takut ditolak. Ketakutan tulisan ditolak sama saja dengan orang yang kalah sebelum berperang. Pejuang sejati harus berani maju ke medan perang dan mengupayakan penyerangan dan pembelaan diri. Begitu pula kalau takut ditolak tulisannya, ya, susah mau jadi penulis beneran. Penolakan redaksi sebuah koran atau majalah, bagi para penulis sudah menjadi hal biasa. Jadi, jangan takut tulisan kita ditolak. Tulis saja, kirim saja.
3.      Tidak punya ide. Ini alasan klasik. Ada banyak orang yang kesulitan menemukan ide untuk ditulis. Solusinya adalah : rajin membaca, cermat mendengar, aktif berdiskusi, dan aktif mencatat. Keempat hal itu akan sangat membantu kita mendapatkan ide-ide cemerlang dan merangsang inspirasi datang.
4.      Tidak ada waktu. Ini juga alasan klasik. Salah satu dalih yang paling jitu untuk tidak menulis adalah dengan mengatakan tidak punya waktu. ‘Saya sibuk sekali’ mungkin begitu alasan yang diberikan. Untuk mengatasi hal ini, kiranya perlu kebijakan dalam mengelola waktu. 
5.      Tidak tahu bagaimana menuliskan ide. Nah, kalau ini persoalan teknis semata. Ada cukup banyak ide, tapi tak sanggup menuliskan dan memulainya dari mana. Untuk mengatasinya tentu yang bersangkutan harus belajar teknik menulis. Permasalahan semacam ini bisa diatasi dengan penyusunan kerangka karangan atau outline. Berdasarkan outline itulah, tulisan dikembangkan secara sistematis. 
Kalau seseorang mempunyai komitmen untuk menulis atau menjadi penulis, maka segala rintangan akan dihadapi dengan gagah berani. Maju terus, serang terus. Andakah itu orangnya?

0 Komentar:

Post a Comment

Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.

Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas