Mempertimbangkan Waktu Menulis

Tuesday 10 April 2012


Tidak kunjung menulis, banyak orang berdalih karena ‘tak punya waktu’. Kesibukan demi kesibukan dalam pekerjaan menjadi biang keladi mengapa seseorang tidak menulis walaupun angan-angan menjadi penulis demikian besar. Kesibukan yang demikian padat menjadi alasan yang bisa diterima dan masuk akal, tentu saja. Yang bersangkutan menetapkan skala prioritas pertama pada pekerjaan-pekerjaan lain selain menulis.
Ketiadaan waktu menulis, sejatinya hanyalah sebuah persoalan komitmen. Ya, komitmen untuk menetapkan seberapa penting aktivitas tulis-menulis itu bagi kita. Kalau menulis kita pandang bukan hal penting, maka pantas saja kalau kita tidak mengalokasikan waktu untuk aktivitas ini dan berdalih tak punya waktu.
Tetapi, kalau kita memiliki komitmen yang besar, maka kita akan jadikan pekerjaan menulis sebagai prioritas utama dan senantiasa ada waktu untuk menulis. Jadi, komitmenlah yang mengantar seseorang untuk menetapkan skala prioritas terhadap pekerjaan dan mengalokasikan waktu untuk pekerjaan itu. Jika kita memiliki komitmen menulis – untuk menjadi penulis –, pastilah kita mampu menyisihkan waktu. Maka, tak ada istilah ‘tak punya waktu’, kecuali untuk mereka yang tak punya komitmen atau yang berada di barisan orang-orang malas.
Bagaimana mengalokasikan waktu menulis? Pertanyaan pokoknya, pukul berapa di antara jadwal pekerjaan kita yang bisa dialokasikan untuk menulis: pagi, siang, sore, atau malam? Ada penulis yang memilih waktu pagi-pagi sekali menulis artikel atau buku. Sebelum matahari terbit di ufuk timur, dia sudah bekerja di kamar kerjanya. Alasannya menulis di pagi hari karena pagi hari udara masih bersih dan tubuh segar-bugar usai istirahat semalam. Pikiran pun dapat bekerja maksimal.
Ada juga yang memilih menulis pada siang hari dengan alasan pada pagi hari ia mengerjakan hal-hal lain. Seorang ibu rumah tangga yang juga seorang penulis, memilih mulai menulis pada pukul 11 .00 setiap hari setelah pekerjaan rumah tangganya selesai. Beda dengan ibu rumah tangga tersebut, ada orang yang memilih menuliskan ide-idenya di malam hari. Saat berisik hiruk-pikuk kehidupan jauh berkurang, tatkala suasana di sekitar mulai sepi, kala itulah penulis mulai bekerja. Suasana yang hening di malam hari membangkitkan gairahnya menciptakan gagasan-gagasan terbaik.
Waktu mana pun yang kita pilih, tak menjadi persoalan. Setiap orang mempunyai waktu-waktu puncaknya, di mana dia bisa mencapai tingkat produktivitas terbaik, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pastikan, waktu mana yang paling pas untuk masing-masing dari kita. Temukan waktu saat Anda bisa paling produktif.
Melajulah terus di atas rel penulisan hingga tercapai stasiun kerberhasilan. Jangan pula kita berlama-lama di situ, karena kita harus berjalan lagi mencapai stasiun-stasiun berikutnya. Menulis adalah pekerjaan tiada akhir: kita senantiasa berada dalam ‘proses menjadi’.

Selamat menulis sahabat-sahabatku.

( I Ketut Suweca , 8 April 2012 ).

0 Komentar:

Post a Comment

Bila tertarik ingin berkomentar, memberi kritik maupun saran, silakan ketik komentar Anda di bawah ini.

Salam SABUDI (Sastra Budaya Indonesia)

 
 
 

Postingan Terbaru

Komentar Terbaru

Recent Comments Widget

Trafik

Total Dilihat

 
Kembali ke atas